Korban Permainan Bapak Kost 2

Sudah seminggu sejak kejadian terkutuk itu, dan Mona sudah tidak berdaya apa-apa lagi untuk bisa menolak keinginan dari Mahmud yang ternyata sudah merencanakan semuanya dari jauh hari, apa yang harus dia lakukan dan terima. Awalnya dimulai dengan Mahmud “mengaudit” lemari baju Mona, ia mengambil semua celana dalam dan BH-nya, ia memilih baju-baju yang bisa digunakan, rata-rata baju yang disisakan adalah baju yang seksi, ketat atau tipis. Lalu ia mengambil atm dan kartu kreditnya, setiap hari bila berangkat kantor ia hanya diberikan uang secukupnya untuk makan dan ongkos, dan juga secara otomatis kini gadis itu tidak pernah menggunakan underwear lagi. Semua celana panjang miliknya telah diambil juga, sehingga kini ia hanya punya rok yang minimal pendeknya 10 cm di atas lutut. Mona sudah pasrah, ia sudah merasa tidak ada harganya lagi sebagai wanita, harga dirinya sudah dirampas dan dipermainkan oleh Mahmud. Banyak sudah permintaan dari Mahmud untuk melayani dirinya, baik permintaan yang “biasa-biasa” saja atau permintaan yang aneh-aneh, seperti dia harus striptise diiringi musik, atau harus memblowjob dengan posisi tangan terikat dan macam-macam lainnya. Dengan kondisi tidak boleh menggunakan underwear, Mona benar-benar merasa risih sekali apalagi kalo harus berangkat kantor atau beraktifitas. Ia merasa dirinya telanjang dan kayanya semua mata laki-laki yang berpapasan seperti mengetahui bahwa dibalik bajunya ia tidak menggunakan BH. Juga sekarang bila ke kantor, ia diwajibkan menggunakan sepatu yang berhak tinggi, sehingga menonjolkan pantat bulatnya yang dibungkus oleh rok mininya yang ketat. Sering saat ia berdesakan dalam bis kota, ada tangan-tangan jahil yang mencoel pantatnya atau bahkan menggesek-gesek pantatnya saat berhimpitan, dan karena ia diperintah Mahmud untuk tidak marah atau menolak bila dia ada yang melecehkan seperti itu, jadi ia tidak berdaya orang-orang jahil itu menikmati kenyalnya pantat bulatnya itu. Juga dengan berjalan menggunakan high heels ini membuat payudara Mona bergoyang-goyang seiring langkahnya, seolah-olah menantang untuk diremas dan dibelai. Yang membuat Mona heran, dalam kondisi yang diperbudak oleh Mahmud ini malah kadang membuat dirinya terangsang, mungkin karena kondisi yang tidak berdaya ini yang menyebabkan libido-nya meningkat. Bahkan kadang-kadang ia merasa bangga karena tubuhnya yang memang seksi ini benar-benar selalu mejadi pusat perhatian orang, walau sebenarnya itu merendahkan derajatnya sebagai wanita baik-baik.
Kini sudah berjalan 3 minggu sejak kejadian itu, setiap malam ia harus melayani Mahmud dengan beberapa cara dan gaya. Dan kini Mahmud sudah siap untuk melanjuntukan planning kotornya ke gadis malang itu. Ia sudah cukup puas dengan setiap malam bisa menikmati kehangatan dari Mona yang kini seperti boneka hidup. Jadi kini ia ingin ngerjain Mona dengan segala rencana yang sudah dia susun. Hari ini memulai hari dengan jantung berdebar dan rasa khawatir yang luar biasa, karena tadi malam Mahmud memberikan perintah yang bikin jantungnya serasa copot dan rasanya pengen mati aja. Perintahnya adalah ia tidak boleh mengatakan tidak/menolak permintaan dari semua laki-laki, apalagi yang berhubungan dengan hal-hal mesum/seks, apapun perintahnya ia harus turutin sampai laki-laki tersebut sudah mencicipi/menikmati dari apa yang diminta. Mahmud juga mengatkan bahwa ia akan memasang mata-mata atau bahkan ia menyuruh teman-temannya sendiri untuk yang melakukan permintaan-permintaan itu, jadi Mona tidak bisa bohong bila ia berusaha menolak atau menghindar.
“haduuuuhh…mampus deh gua sekarang, anjing bener tuh si Mahmud” kutuk Mona dalam hati, tapi ia tidak berdaya apa-apa untuk menolaknya.

Jantungnya berdebar-debar juga membayangkan hal apa yang akan menimpanya nanti, walau selama ini ia dipaksa oleh Mahmud untuk melayaninya dengan segala cara. Sebenarnya secara tidak sadar Mona sudah menjadi wanita yang kaya pengalaman dalam hal seks dan tau bagaimana memberikan kepuasan pada lawan jenisnya. Dan ia juga tidak memungkiri, bahwa kini ia juga menikmati sensasi luar biasa dalam berhubungan seks, hanya karena lawan jenisnya saja yang seperti Mahmud yang kakek buruk rupa itu yang membuat dia kesal. Dari pagi sampai sore di kantor, Mona bersyukur bahwa tidak ada kejadian apapun yang membuat dia harus menuruti perintah orang dan kini sebelum pulang ia harus menelepon Mahmud untuk memberi laporan.

“hemmm…belum ada ya?”kata Mahmud setelah mendengar laporan Mona. “gapapa lah..kamu tenang aja, ga usah gugup karena baru pertama, biar kamu agak santai kamu sekarang pake baluran perangsang yang udah aku masukin ke tas kamu..”
“Waduh..yang bener pak? Uuh tega banget sih bapak..” Mona kaget mendengar perintah itu. Ia memang diberikan botol kecil yang berisi cairan khusus, entah dimana Mahmud mendapatkan barang seperti itu.
“Udaaah jangan banyak omong, cepet pake video call pas kamu pake di 2 puting kamu, lidah dan bibir kamu dan juga di memek kamu..cepet!!!”
Mona mengeluh dalam hati, tapi ia tetap melakukan perintah itu. Di kamar mandi, ia mulai membalurkan cairan itu ke tempat-tempat yang disuruh, dan sebentar saja Mona merasakan putingnya mengeras dan menjadi sensitive sekali. Lalu ia mulai merasakan efek baluran itu juga pada vaginanya yang langsung basah dan ada perasaan yang kuat, yaitu keinginan untuk agar vaginanya menerima usapan liar dan terutama keinginan disodok sama penis. Begitu juga dari ada keinginan kuat untuk mencicipi aroma penis agar bisa dihisap-hisap dan diemut melalui bibir seksinya. Mona kini benar-benar tak berdaya.
Mahmud tertawa-tawa melihat reaksi Mona melalui video call-nya, melihat gadis itu mendesah dgn pandangan tidak focus
“Hei Mona..!! kamu maunya apa?” teriak Mahmud secara tiba-tiba.
“Mau kontol…eeh, ngga sa..salah..ga mau apa-apa..” tanpa sadar Mona menjawab dengan latahnya.
“Ga mau dientot..?”
“mauu…mau..,ngeh..ngga..ngga..”
“hehehe..selamat pulang yaaah…” Mahmud terkekeh melihat hasil dia ngerjain Mona.
Gadis itu mengeluh dalam hati, karena sepertinya akan sulit menghindar dari malapetaka pelecehan terhadap dirinya karena kondisi dirinya sekarang dan perintah dari Mahmud yang harus menjadi “yes girl”. Ditambah lagi kini ia tidak punya uang untuk pulang dan mau ga mau harus jalan kaki untuk pulang ke kost.
Mona berjalan pulang dengan perasaan yang tidak karuan, sekuat tenaga ia menahan keinginan liar yang dibangkitkan secara tidak wajar pada bagian-bagian tubuhnya yang menjadi sangat sensitif yang sangat membutuhkan pelampiasan. Karena harus menahan nafsunya itu sering Mona menahan nafas dan mengerang pelan dengan wajah yang sayu dan horni, sehingga wajahnya yang cantik itu tampak menggairahkan, belum lagi tubuhnya yang seksi itu menggunakan blus kerja yang tidak mampu menyembunyikan tonjolan dada yang membusung dan rok mininya memperlihatkan paha yang putih mulus dan jenjang itu. Sebisa mungkin gadis itu tidak memandang orang-orang yang berpapasan dengan jalan menunduk, karena setiap ia melihat laki-laki darahnya serasa berdesir dan membayangkan penis dan kenikmatannya bila ia bisa mengulum-ngulum penis itu atau digesek-gesekkan ke vaginanya sambil buah dadanya diremas-remas, kembali Mona mendesah pelan membayangkan itu semua. Makin lama perasaan yang meledak-ledak itu makin kuat membutuhkan pelampiasan, tapi Mona terus menguatkan dirinya jangan sampai ia merendahkan martabatnya, ia terus berharap tidak ada laki-laki iseng yang bakal ngajak dia aneh-aneh yang dia ga bisa tolak. Kini Mona malah merasakan bahwa vaginanya jadi agak basah karena gesekan 2 pahanya saat melangkah dan hal itu makin menyiksa dirinya yang makin horni, apalagi gesekan bajunya dengan putingnya yang mengeras itu juga makin membuat nafas Mona agak memburu dan bibirnya yang seksi seperti menahan nyeri. Mona terus berjalan dan berusaha untuk secepat mungkin melangkah, tapi karena gangguan rasa horninya kadang-kadang ia tampak sedikit limbung dan memelankan langkahnya karena menahan nafsunya. Sejauh ini ia masih aman dari gangguan laki-laki meskipun dia tau setiap laki-laki yang berpapasan dengan liar menatap dirinya dan tubuhnya yang aduhai, ia masih berharap walau harapannya tipis karena ia juga diberikan rute pulang oleh Mahmud yang sedikit rawan untuk seorang wanita seperti dirinya pulang jalan kaki sendirian. Dan apa yang ditakutkan gadis itu benar-benar terjadi.

Dalam rute yang diberikan, Mona harus memotong jalan gang di belakang pasar daging dan pada saat ia masuk gang tsb di kanan kiri-nya merupakan kios-kios daging yang sudah sepi karena pasar sudah tutup. Saat baru berjalan beberapa langkah, ia mendengar suara beberapa laki-laki berbicara diselingi dengan suara tertawa. Sepertinya mereka sedang bermain sesuatu. Dugaan Mona tidak salah, karena saat itu memang ada beberapa supir angkot yang sedang melepas lelah setelah seharian narik dan menghabiskan waktu main judi sambil minum minuman keras, dan saat ini mereka sudah mulai dipengaruhi oleh alcohol.
“Siaaall…!! Waah lo pada pasti ada yang curang niih…abis duit gua..” seloroh Tono sambil membanting kartunya, hari ini dia memang lagi sial karena kalah melulu. “Bilang apa nih ntar ama bini gua?” katanya sambil menenggak beberapa teguk bir-nya.
Teman-temannya hanya tertawa-tawa mengejek Tono dan yang ditanggapin sambil terkekeh-kekeh dan dia berdiri karena mau kencing. Saat ia berdiri itu ia melihat Mona yang sedang berjalan dengan sedikit terhuyung, saat ia menajamkan penglihatannya ia terbelalak melihat kecantikan dan keseksian gadis yang akan lewat di jalan sepi itu.
“Woii..woi..liat tuh, ada cewe cakep banget..cepetaan, keburu lewat loh..” serunya ke teman-temanya.
“Ahhh..palingan si Surni yang di belakang itu kan? Ga jauh deh lo Ton..”seloroh temennya sambil tetep maen kartu.
“Eeeehh..beneraaann.., ya udah gua aja yang mau ngeliat lebih deket..” kata Tono sambil berjalan dengan arah memotong arah perjalanan cewe nafsuin itu.

Teman-temannya tetep cuek dan membereskan kartu dan botol-botol lalu meninggalkan tempat itu. Mona terus berjalan sambil tetap menahan rasa horni-nya, dan sebentar saja dia melihat ada laki-laki yaitu si Tono sedang bersender di salah satu kios kosong sambil memandanginya. Mona berdoa agar laki-laki itu ngga iseng dan ia terus jalan sambil menunduk.
Saat melihat lebih dekat, Tono makin takjub melihat Mona terutama keindahan badannya. Ia menelan ludah melihat payudara gadis itu yang bulat dan montok dan ia melotot karena secara samar ia seperti melihat tonjolan puting dari kain blusnya yang memang agak ketat. Dan saat ia melihat pahanya kembali ia menelan ludah melihat batang paha yang putih bersih dan jenjang itu. Karena bengong itu dan seperti orang linglung Tono tidak sengaja melepas botol minumannya sehingga jatuh dan pecah.
“Praanngg…!!”
“Eh kontol…kontol enak…!!” Mona tanpa sadar teriak karena latahnya dan pikirannya yang sedang kacau.
Mendengar latah itu, Tono tertawa dan jadi lebih berani ditambah lagi ia juga sudah agak mabok..
“Hehehe…emang enak ya kontol ya mba..?” pancingnya
“hmmmm…?” Mona mengutuk dirinya kenapa ia menjawab dengan gaya yang seksi dengan pandangan mata sayu dan suara yang serak-serak basah, dan ia memandang ke arah Tono yang merupakan laki-laki berkulit hitam dengan ukuran tubuh sedang, berusia sekitar 30-an dengan wajah yang keras karena kehidupan.

“A..apa bang?” tanya Mona lagi yang tidak sadar menjilat bibirnya yang ranum itu.
“Ngga…demen sama kontol emangnya…?” blingsatan Tono melihat bibir seksi yang basah dan sprt menyeringai menantang itu.
Mona menelan ludah beberapa kali mendengar pertanyaan itu, dan dengan sedikit gemetar ia menjawab,

“De.. demen banget bang..” pikirannya udah menerawang ga jelas karena rasa takut dan desakan birahinya yang meningkat terus.

Tubuhnya serasa lemas dan tak bertenaga sehingga 1 tangannya bersandar pada meja kayu. Ia merasa vaginanya makin basah dan serasa desiran-desiran pada perutnya yang menjalar ke bagian selangkangnnya makin kencang. Tono lebih berani lagi melihat respon gadis itu, ia merasa celana bagian selangkanganya jadi agak sesak
“Enaknya emang gimana sih?” sambil ia membenarkan arah penisnya.
“Hmmmm….oouh..enaknya diciumin, dijilat…nggg..sama diisepin bang..” jawab Mona sambil matanya tanpa sadar melihat ke arah penis Tono karena gerakan tangannya, dan ia makin sesak nafasnya.
Tono benar-benar ngga ngira akan ada jawaban seperti itu, jantungnya berdetak kencang karena ia jadi gugup juga ngeliat ada gadis secantik dan seseksi Mona berada di tempat seperti ini dan bertingkah yang di luar dugaan itu, ia lalu ngajak Mona untuk masuk ke tempat lebih agak ke dalam dan tertutup dari luar dan gadis itu juga tidak menolak.
“Rejeki banget nih…” pikir Tono dalam hati. Ia sekarang tidak peduli lagi asal usul gadis ”maut” ini, yang penting bisa dipakai.
“teruss..? selain itu enaknya apa lagi..?” tanya Tono
“uuuh..nanyanya gitu?” kesal juga Mona, tapi ia sudah pasrah karena tau ia tidak akan lepas sekarang “yaaah…paling enak kalo dimasukin lah bang..”
“wahahaha…tau aja kamu.., kamu..ehem..kayanya ga pake bh yah?” tanya Tono, ia sudah benar-benar ngaceng sekarang, ia kini lebih berani lagi, lalu ia menarik tangan Mona agar lebih dekat berhadap-hadapan sampai ia bisa mencium aroma wangi dari gadis itu
“Ngga bang..”
“Haah..bener? coba gua cek..” sambil ngomong gitu jari kedua tangan Tono ke arah puncak bukit payudara Mona dan saat dijamah ia segera merasakan puting yang mengeras tanpa ditutupi BH, ia melihat tubuh Mona menegang dan keluar rintihan lirih dari bibir seksinya, dan tubuhnya menggeliat saat ia memuntir-muntirnya dan makin cepat rintihan yang terdengar.
“enak yaaaa…”
“Ngeh..ouuh..ss..stop bang…” Mona masih berusaha menolak, tapi ia segera ingat pesan Mahmud. “Nggeehh..iyaa…enaak bgt baaang…oouuhh…aww..kok dicubit..?” ralatnya dan juga karena birahinya sudah memuncak ia jadi berlaku seperti wanita murahan.

Kesadarannya yang sudah tipis itu, merasa terhina sekali karena ia harus merelakan putingnya dipuntir-puntir sama laki-laki asing dan berkasta rendah. Melihat erangan dan geliat tubuh Mona makin liar itu, Tono tau bahwa gadis di depannya ini sedang dalam keadaan horni banget. Hal ini makin membuat dirinya senang akan kenikmatan yang akan didapat, ia tidak peduli lagi kenapa gadis ini bisa horni kaya gini. Lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah cantik Mona, dan segera ia merasakan hembusan nafas Mona yang hangat dan cepat menerpa dan dengan cepat bibirnya menempel ke bibir gadis itu yang terasa basah dan hangat. Kelembutan bibir Mona makin membuat Tono bernafsu. Ia melumat dan mengulum-ngulum dengan liar, terdengar suara mengerang dari Mona yang menggeleng-gelengkan kepalanya dengan lemah, sebenarnya hampir pingsan ia mencium aroma minuman keras dan mulut apek Tono. Meski masih berupaya menolak walau hanya setengah hati, tapi sebenarnya ia merasa sangat menikmati lumatan kasar dari Tono itu, tubuhnya merespon dengan sendirinya akibat birahinya yang sudah mengalahkan logikanya. Sambil mencium, kini bukan saja memuntir putingnya tapi mulai meremas-remas dengan liar gumpalan daging kenyal yang kencang nan padat itu. Gadis itu makin merintih-rintih dalam ciuman Tono yang berpindah ke leher Mona yang harum memabukkan.
“Ouucchh..” Mona menjerit lirih saat lehernya dicupang oleh Tono dan ia makin menggelinjang saat Tono mendesah dan menggumam tak jelas di kupingnya.

Hembusan nafas Tono dan jilatan lidahnya membuat Mona blingsatan, tanpa sadar tangannya mengarah ke vaginanya dan langsung mengusapi liang vaginanya yang sudah becek itu.
“Ouuucchh..aaannngggghhhhhhhhhhhhhhh….” sebentar saja Mona mencapai klimaksnya, tubuhnya menggetar hebat dan dadanya bergerak naik turun dalam remasan-remasan Tono.
“Hohohoho..ga pake cd juga kamu ya…emang udah siap dintetot kamu kayanya..” ujar Tono setelah melirik ke bawah dan melihat tangan Mona yang menggeseki selangkangannya sendiri.

Gadis itu merasa wajahnya panas karena malu tapi ia tak berdaya karena nafsunya sendiri. Kini dalam otaknya hanya pengen ada penis yang bisa ia nikmati lewat mulutnya atau lewat vaginanya, ia sudah tidak perduli lagi. Tapi ia tetap berusaha menjaga gengsinya walau ia sendiri juga tidak tau gengsi apa lagi yang bisa ia pertahankan. Setelah melancarkan remasan dan ciumannya selama 15 menit, Tono melonggarkan pelukannya ke Mona yang kini bersandar dengan keadaan yang menggiurkan. Rambutnya terlihat sedikit awut-awutan yang malah menambah kecantikan wajahnya yang diselimuti nafsu, kancing bajunya terbuka sehingga terlihat belahan dada montok yang menyembul dibalik bajunya yang acak-acakan. Gerakan dada montok itu naik turun nafsuin karena nafas Mona yang terengah-engah karena perbuatan Tono dan terutama karena sehabis orgasme tadi. Rok yang sudah mini itu terangkat ke atas memperlihatkan sedikit pangkal pahanya yang malah bikin ser-seran bagi Tono. Kulit paha yang putih itu terlihat sangat mulus dan menaikkan gairah.
“Lo bilang tadi suka kontol kan?” tanya Tono, sambil mulai membuka resleting celananya dan sebentar kemudian ia mengeluarkan penisnya yang sudah ngaceng daritadi. Ukurannya tidak terlalu panjang tapi diameternya cukup besar. Melihat batangan lelaki itu, Mona tidak mampu mengalihkan pandangannya dan menatap penis itu dengan penuh nafsu dan beberapa kali menelan ludah. Yang ada di otaknya cuma pengen menikmati penis itu. Lututnya serasa lemas dan gemetar menahan nafsunya untuk “menerkam” penis Tono. Melihat tatapan Mona yang ngga lepas dr penisnya dan wajah cantiknya yang seperti singa betina kelaparan melihat daging kijang nan empuk itu, Tono tersenyum senang.
“Kamu mau kan nikmatin kontol gua?” tanyanya yang dijawab dengan anggukan cepat dan erangan Mona “Kalo gitu, kamu buka baju kamu sekarang”
“Oooh…” Mona terdiam sesaat, tapi dengan jari gemetar ia mulai melepas kancing bajunya satu per satu.

Tono

Tono

Tono menelan ludah melihat gerakan Mona yang perlahan itu mulai memperlihatkan sedikit demi sedikit bagian dalam tubuhnya, dimulai dengan terlihatnya payudara yang berbentuk bulat sempurna dan berukuran di atas rata-rata itu, lalu terlihat perut yang langsing dan pinggang yang ramping tanpa lemak. Ditambah lagi kulitnya membungkus tubuh sintal itu begitu sempurna dan halus. Kini Mona sudah berdiri dengan tubuh bagian atas telanjang, yang membuat penis Tono terasa sakit karena saking kencangnya. “Cepat..isepin kontol gua..yang enak!!”
“Ouuuhh…” erang Mona, ia berlutut dan kini penis ngaceng itu sudah berada di depan wajahnya. Sambil menjilati bibirnya yang ranum ia meraih dengan lembut batang kemaluan itu, lalu ia mengecup pelan kepala penis yang bulat dan beraroma khas. Kecupan lembut itu dilanjuntukan dengan jilatan-jilatan yang menyapu seluruh bagiannya. Jilatan itu diiringi dengan erangan-erangan penuh nafsu yang keluar dari mulutnya dan sebentar kemudian gadis itu memasukkan penis itu ke rongga mulutnya. “Mmmmmmmmmmghh..”
Mona menikmati batang kelaki-lakian Tono yang memenuhi mulutnya, bergerak sliding keluar dan masuk dengan lancar dan cepat yang membuat laki-laki beruntung itu merem melek keenakan, dari atas ia melihat bagaimana bibir Mona yang merah itu menelan penisnya dan lidahnya yang seperti ular itu menjilatinya dengan penuh nafsu. Tono beberapa kali menggelinjang saat lidah gadis itu menyapu urat besar di bawah alat kemaluannya, dan Mona yang sudah ahli itu memainkannya dengan makin cepat dan liar. Sekejap Mona sadar bahwa ia dengan nafsunya memberi blowjob untuk laki-laki seperti Tono, tapi kesadaran itu langsung lenyap lagi akan kebutuhannya, nafsu yang menguasai dan rasa “laparnya” terhadap penis laki-laki, laki-laki manapun.

Mona terus menyepong penis itu dengan nikmat, bibir merahnya melingkar dengan ligat dan lidahnya yang basah dan panas itu terus menjilati dengan cepat dan ahli, gadis itu terus menghisap makin dalam dan dan kuat, akhirnya..
“Uuuugghhh…mantap bangeeet…jago banget lo ngisepnya” teriak Tono, spermanya membanjiri rongga mulut Mona yang langsung ditelannya dengan nikmat dan diteruskan menjilati batang Tono yang tetap perkasa itu.
“Oke sayang…saatnya gua cicipin memek lo yah..” ia menarik wajah Mona ke belakang dan ia mencium bibir sexy itu sekali lagi.

Lalu tangannya merayap ke arah bawah perut Mona dan menyusup langsung ke liang vagina yang sudah basah itu. Jari-jari ahli itu langsung menemukan klitoris Mona yang sudah terangsang banget dan mulai memainkan jarinya dengan cepat. Mona langsung menggelinjang hebat.
“Uuuuuuuugggggmmmmmmmmmmm” Mona menjerit dalam ciuman Tono.
Kedua bola mata Mona yang indah itu terbelalak tak percaya, kenapa hal ini bisa terjadi. Yang awalnya dia seorang gadis cantik nan seksi yang hanya menjadi impian setiap laki-laki, kini tubuhnya berada dalam kekuasaan seseorang seperti Tono yang saat ini sedang leluasa menikmati kenikmatan surga dunia.
“Uuuuugghhmmmm..” kembali ia mengerang merasakan payudaranya mengencang dan timbul rasa geli dan makin panas hawa nafsunya.

Liang vaginanya makin banyak mengeluarkan cairan pelumas yang memudahkan gerakan jari-jari Tono. Nafasnya makin memburu melalui hidungnya dan matanya yang sayu itu bergerak liar saat ia makin dekat dengan puncak kenikmatan yang berusaha dia tahan. Lalu ia menyerah dan orgasme yang luar biasa terjadi dengan liar.
“Aaaaaaaaggghhhhhhhhhh”
“Heheheheh…enak kan?” ujar Tono sambil melihat dengan senang Mona yang kini berdiri dengan goyah di atas sepatu stiletto-nya berusaha menenangkan pikiran dan gejolak dirinya setelah klimaks tadi.

Ia pasrah saja saat Tono menurunkan rok mininya melalui paha jenjangnya ke bawah dan secara otomatis ia melangkahkan kakinya keluar dari roknya tersebut. Kini tubuhnya sudah polos telanjang hanya menggunakan sepatu hak tingginya saja.
“Emang seksi banget lo ya..” ujar Tono, lalu ia menggerayangi setiap lekuk liku tubuh montok itu, pantatnya yang bulat dan kencang itu menjadi sasaran remasan dan cubitan tangannya. Mona hanya menggeliat-geliat lemah dan tampak menikmati setiap usapan pada tubuhnya.
“Sekarang gua mau nyicipin memek lo ya neng..” kata Tono, lalu ia mengangkat tubuh Mona ke atas meja kayu dan mengangkangkan kedua batang paha Mona sehingga kini liang vagina gadis itu terbuka menantang sejajar dengan penis Tono yang sudah siap “menggempur”.
Mona menelan ludah dan tanpa sadar lidahnya menjilati bibir merahnya sendiri saat melihat Tono menuntun penisnya ke arah vaginanya yang panas dan basah itu. Ia tersentak saat “helm” penis itu menyentuh bibir vaginanya dan yang segera dibenamkan masuk. Mata Mona membelalak dan punggungnya menegang ke belakang, tubuhnya serasa dialiri listrik tingkat tinggi, kedua tangannya meremas kuat pinggiran meja menahan serangan liar penuh nafsu itu.
“Uuuuuuuuggghhhhhhh….!”
Gadis itu melenguh-lenguh seirama dengan pompaan Tono yang maju mundur dan makin lama makin cepat, gesekan batang keras nan hangat itu dengan dinding vaginanya membuat dirinya belingsatan. Ditambah lagi remasan-remasan tangan Tono yang kasar pada payudaranya menimbulkan sensasi yang luar biasa.
“Ooouuuff…aak..akhu mau keluaaaaarr…nnggeeeehhh..” diakhiri erangan panjang ledakan orgasme menyerang sekujur tubuh Mona yang menggelinjang “Aaaaiiiiiiiiiieeeeeeeee….”

Otot-otot vagina Mona bergetar saat klimaks mebuat Tono melem melek merasakan sekujur batang penisnya seperti dipijit-pijit, menimbulkan kenikmatan tiada tara. Tono terus memompa penisnya keluar masuk dan makin cepat. 1 menit kemudian, Mona mencapai puncaknya lagi

“Ooouuuuuuuufffffffnngggghhh…”
“Terus bang…oouuhh….yang keras, yang ce…cepeth baangg..hhhhnnnnnnggg…” Mona yang sudah dikuasai sepenuhnya oleh nafsunya, meracau tak karuan diselingi desahan-desahannya yang menikmati setiap sodokan penis Tono yang perkasa.

Gadis itu mengempit pinggang Tono dengan kedua pahanya yang makin membuat Tono keenakan karena lubang vagina gadis cantik itu serasa makin sempit dan memijit-mijit kemaluannya. Keperkasaan Tono benar-benar membuat Mona makin liar dan blingsatan, ia sampai mencapai klimaksnya sebanyak 4 kali dan setiap klimaks itu membuat dirinya makin lepas kontrol menikmati permainan panas itu, ia tidak peduli lagi sekarang dengan memeluk tubuh tegap Tono dan menciumi leher dan sesekali melumati bibir laki-laki beruntung itu. Tono juga tidak ketinggalan, sambil terus memompa penisnya maju mundur tanpa kenal lelah, tangannya tak berhenti bergerilya ke sekujur tubuh seksi Mona, kesintalan tubuh gadis itu sungguh menggairahkan dan daging kenyal di dada serasa hangat dan lembut dalam setiap remasannya. Sesaat kemudian, Tono mempercepat sodokannnya dan wajahnya sedikit menegang, sambil memegang erat pinggul bulat montok itu, dengan sodokan keras akhirnya

“Uuuuuuuuuuuggggghhhhhh…..”
“Aaaaiiiiiiiieeeehhhhh….” Mona juga mencapai klimaksnya yang meledak kuat sekali berbarengan dengan lawan mainnya, ia merasakan “lahar” panas memenuhi liang kemaluan wanitanya. Tubuh sexynya mengejang menikmati setiap detik sensasi luar biasa yang ditimbulkan karena permainan seks mereka. Setelah beberapa saat menikmati setiap detik orgasme yang mereka alami, sambil meringis keenakan Tono mencabut penisnya dari vagina Mona lalu ia terduduk lemas karena keenakan, ia memandangi tubuh montok Mona yang telanjang di depannya dan ia menghela napas memikirkan keberuntungan dirinya dapat menikmati tubuh dari gadis secantik itu, karena kecapean dan pengaruh alkohol Tono ketiduran sambil tersenyum menghiasi bibirnya. Setelah terlampiaskan nafsunya yang dibangkitkan secara tidak wajar, kini Mona merasa tubuhnya lemas juga dan dengan perlahan ia mulai mengenakan kembali bajunya dan rok mininya. Lalu dengan langkah limbung ia meninggalkan tempat itu. Ia memandang ke Tono yang tertidur dan membayangkan kejadian barusan, dimana ia menikmati permainan seks dengan laki-laki seperti Tono yang dalam keadaan biasa tidak mungkin ia akan melakukannya. Dengan menghela nafas ia terus berjalan berusaha menghilangkan ingatannya mengenai dirinya yang dinikmati oleh laki-laki asing itu.

By: Sweet Insanity
****************

Korban Permainan Bapak Kost

Mona

Mona

“Huuuh..nyebelin banget sih tuh aki-aki..” gerutu Mona sambil mengunci pintu kamar kostnya.

Kembali hari ini ia sebel dengan Pak Mahmud, si bapak kostnya yang sering bersikap genit dan terkadang menjurus kurang ajar terhadap dirinya. Kejadiannya tadi saat dia pulang kantor berpapasan dengan Pak Mahmud yang sedang berusaha memaku sesuatu di dinding.
“Sore pak..lagi ngapain pak..?” sapa Mona demi kesopanan.
“Eh..mba Mona dah pulang..”sahut Mahmud dengan mata berbinar. “Kebetulan aku mau minta tolong sebentar bisa?”
Mona yang mau buru-buru ke kamar terpaksa menghentikan langkahnya dan menoleh.
“Apaan pak?” tanyanya sekenanya, kembali ia kesal melihat pandangan mata pak tua itu yang jelalatan ke arah dadanya.
“Ini loh..kamu bisa pasangin lukisan ini ga kepaku yang dah saya pasang itu, takutnya tangganya goyang banget karena berat badan saya, maklum agak gendut gini ribet jadinya” katanya sambil cengengesan dan kembali pandangan matanya menyantap kulit leher Mona yang mulus.”nanti saya pegangin tangganya”
Mona menyanggupi dan dia menaiki tangga yang memang sudah goyang itu, gadis itu baru sadar pas naik ke pijakan kedua bahwa tangga itu memiliki jarak yang cukup lebar antara pijakan-pijakannya, jadi saat kakinya naik ke pijakan kedua, dirinya yang saat ini menggunakan rok span ketat agak kesulitan dan roknya menjadi tertarik ke atas sehingga pahanya menjadi terbuka. Kejadian itu berulang lagi saat ia ke pijakan ketiga, bahkan jaraknya makin jauh sehingga pahanya makin terbuka lebih lebar. Mona mengutuk dalam hati, saat melirik Pak Mahmud yang dengan senyum mesumnya menikmati pahanya yang jenjang dan berkulit mulus bersih itu. Melihat pemandangan indah ini, Pak Mahmud merasa nafasnya sesak sama sesaknya dengan penisnya yang jadi menegang. Sungguh indah bentuk paha gadis ini dan ia dengan bebas bisa melihat dari dekat, ingin rasanya mengelus paha montok nan mulus itu, tapi ia menahan diri. Ia menyerahkan lukisan ke Mona untuk dipasang, tapi karena nyantolinnya masih agak tinggi maka gadis itu harus memasangnya dengan mengangkat tangannya setinggi mungkin, ia tidak sadar bahwa karena gerakannya itu blusnya yang pendek ikut tertarik ke atas sehingga terlihat kulit pinggangnya yang ramping sampai ke perut di bawah dadanya.

Dengan sengaja Pak Mahmud menggoyangkan tangganya sehingga memperlama dirinya untuk bisa menikmati pemandangan pinggang berkulit mulus gadis itu. Setelah selesai terpasang, Mona menurunkan kaki kirinya ke pijakan kedua yang ternyata tanpa sepengetahuannya telah dilonggarkan pakunya. Sambil terus menikmati paha Mona yang terbuka kembali, Pak Mahmud bersiap-siap.
“Eiiihh…eiihh..” Mona menjerit kecil saat pijakannya lepas dan ia terjatuh ke belakang dan saat itu dengan sigap Pak Mahmud menangkapnya sehingga tidak sampai terjatuh lebih parah.
Merah muka gadis itu karena satu tangan yang menahan dirinya memegang tepat ke pantatnya dan sepertinya ia merasa tangan itu sedikit meremasnya. Dengan cepat ia menjauhkan badannya dari “pelukan” Pak Mahmud yang mengambil kesempatan itu.
“Waduh, untung sempet saya pegangin mba nya, kalo ngga bisa berabe tuh..” ujar Pak Mahmud cengengesan yang masih menikmati hangatnya tubuh dan kenyalnya pantat Mona tadi walau sesaat tadi.
“Mmm..iya pak, makasih..udah kan pak ya..” tukas Mona sambil ngeloyor pergi dengan diikuti pandangan Mahmud yang menikmati gerakan pinggul gadis yang montok itu.
“Hmmm..tunggu aja ntar ya..lo bakal kena ama gua” pikir pria tambun setengah tua ini dalam hati.

Sudah banyak planning yang kotor dan mesum darinya yang memang punya sedikit kelainan seks ini. Di dalam kamar, Mona masih sebel sama kejadian tadi. Sudah terlalu sering ia mendapat perlakukan atau kata-kata yang menjurus mesum dari bandot tua itu, tapi ia berusaha menahan diri mengingat bahwa tempat kost ini cukup murah dengan fasilitas yang ada juga ditambah lagi dengan lokasi yang di tengah kota dan dekat ke tempat kerja atau mau ke mana-mana. Maka ia memutuskan untuk tetap bertahan asalkan si mesum itu tidak terlalu kurang ajar. Bila ketemu pasti Mona merasa risih dan agak ngeri ngeliat mata Mahmud yang seperti menelanjangi sekujur tubuhnya, tapi terkadang selain ngeri dan risih gadis itu juga merasakan bangga dan senang karena kecantikan dan tubuhnya menjadi perhatian sampai seperti itu walau Mahmud bukan levelnya untuk bisa menikmati dirinya.

Beberapa kali kalau berpapasan sama Mahmud dan berbincang-bincang, selalu saja tangannya tidak pernah diam menjamah, walau hanya menjamah pundak atau lengannya tetap saja gadis itu merasa risih karena sambil melakukan itu bapak kost itu merayu dengan kata-kata yang kampungan.
“Ahh..udahlah, ga penting juga..mendingan gua mandi” kata Mona dalam hati

Sambil berkaca ia mulai melepas satu per satu kancing blusnya dan melepasnya sehingga bagian atasnya kini hanya tertutup BH biru muda yang susah payah berusaha menutupi payudara berukuran 34D itu. Dengan pinggang yang ramping, maka buah dada itu tampak sangat besar dan indah dan karena Mona rajin ke fitness makin tampak kencang dan padat. Sungguh merupakan idaman bagi semua laki-laki di dunia bagi yang dapat menikmatinya. Lalu ia melanjutkan dengan melepas rok span-nya ke bawah sehingga kini tubuh yang memiliki tinggi 168cm ini hanya ditutupi bra dan cd yang berwarna senada. Body yang akan membuat laki-laki rela untuk mati agar bisa mendapatkannya, memiliki kulit putih asia dan dihiasi dengan bulu-bulu halus nan lembut. Menjanjikan kehangatan dan kenikmatan dunia tiada tara. Mona melepas kaitan bra disusul dengan cd-nya yang segera dilemparkan ke ember tempat baju kotor. Ia memandang sejenak ke cermin, melihat payudaranya seperti “bernafas” setelah seharian dibungkus dengan bra. Gumpalan daging yang kenyal dan padat dengan puting berwarna coklat muda sungguh menggairahkan.
“Auuh…” gadis itu sedikit merintih atau tersentak saat ia memegang kedua putingnya, serasa ada aliran listrik menyengat lembut dan menimbulkan rasa sensasi geli pada kemaluannya yang tanpa sadar tangan kirinya turun ke arah vaginanya dan sedikit membelainya.
Sambil senyum-senyum sendiri, gadis itu membayangkan dada telanjangnya dan membusung ini selalu menjadi sasaran remasan dari Roy pacarnya yang tidak penah bosan juga mengulum puting dan menciumi kulit payudaranya yang mulus dan harum itu. Tidak percuma ia setiap 3 hari sekali memberikan lulur pada tubuhnya, terutama pada payudaranya yang sampai sekarang memiliki aroma yang memabukkan walaupun dalam kondisi berkeringat.
Mona menghela nafas panjang menahan gejolak birahi yang timbul, dan sekarang ia merasa ingin dilampiaskan. Padahal baru tadi malam ia berenang di lautan asmara yang menggelora dengan pacarnya. Ia merasa dirinya selalu saja haus akan belaian pacarnya, padahal hampir setiap ketemu mereka bercumbu dengan hot dan yang suka bikin ngiler adalah mengulum penis Roy sampe bisa keluar spermanya. Kini ia membayangkan ukuran penis Roy saja udah bikin deg-degan, ga sabar untuk ketemu dan mengemut-ngemut batang kemaluan yang kokoh itu.
“Huuuh..mending gua mandi aja deh, otak gua jadi kotor nih..”
Selesai mandi, sedikit terusir pikiran-pikiran tadi karena sudah tersiram air dingin. “Loh, kok ga bisa sih nih?” Mona sudah beberapa saat ngga bisa memutar kunci lemari bajunya, ia masih coba terus beberapa saat tapi masih ga bisa juga.
“Duh, mesti minta tolong ama bandot itu dong” keluhnya

Untungnya masih ada baju di keranjang yang belum sempat dimasukkan ke dalam lemari. Tapi setelah memilih-milih, di keranjang baju itu hanya ada underwear 2 pasang dan baju-baju khusus tidur yang tipis dan seksi serta baju dalaman sexy seperti tanktop dan rok mini yang mininya 20 cm dari lutut. Dari pada pakai baju tidur tipis ia memilih rok mini dan tank top yang rendah belahannya. Sebelum ke Pak Mahmud, Mona memilih untuk makan malam dulu di ruang makan bersama, sambil makan ia menyalakan tv dan duduk di ujung sofa.
“Ehh..mba Mona baru makan ya..bapak temenin ya, ga baik cewe seseksi kamu makan sendirian” tiba-tiba si bandot itu muncul, dan langsung menyantap paha Mona yang disilangkan itu, sungguh mulus, lalu ia duduk di samping gadis itu.
“Ia pak..sekalian makan pak…terus sama minta tolong kok lemari baju saya ga bisa dibuka yah?” pinta Mona sambil menggeser menjauh dan berusaha dengan sia-sia menarik turun rok mininya. “buset tuh mataaaa…abis gua..” katanya dalam hati.
“Ooo gitu, nanti saya periksa deeeh…”
“Makasih ya pak”
Mona buru-buru nyelesaiin makannya, saat tiba-tiba ia merasa dadanya bagian putingnya terasa gatal. Awalnya berusaha ditahan saja tapi makin lama makin meningkat rasa gatalnya, dan bukan itu saja kini ia merasakan hal yang sama pada vaginanya.

Ia masih berusaha menahan tapi sudah hampir tidak kuat, duduknya jadi gelisah dan ia berusaha menggoyangkan badannya agar rasa gatal itu hilang bergesekan dengan bahan bra-nya dan ia mempererat silangan kakinya. Tapi rasa gatalnya tidak berkurang, bahkan kini seluruh daging kenyal payudaranya terasa gatal.
“Ouuuhh..” akhirnya Mona tidak tahan dan ia menggaruk sedikit kedua payudaranya dengan tangannya, saat ia menggaruk terasa nyaman sekali karena gatalnya berkurang tapi sulit untuk berhenti menggaruk. Sambil memejamkan matanya karena keenakan menggaruk ia lupa ada Pak Mahmud di situ.
“Kenapa kamu? Kamu kegatelan yaah?”
“Uuuhh…sssshh..ehm, i…iya pak..” terkejut Mona karena baru ingat ada si bandot di sampingnya, tapi ia terus menggaruk makin cepat dan karena tak tahan ia menggaruk juga ke pangkal pahanya..
“Uuuuuffh..ssshh…” aliran darah Mona berdesir cepat karena sensasi menggaruknya itu selain menghilangkan rasa gatal juga membuat birahinya tergelitik. “per..permisi pak..uuffh..” sambil terus menggaruk ia mau bangkit dari kursi tapi rasa gatal itu makin menghebat yang akhirnya dia hanya teduduk kembali sambil terus menggaruk

Sedetik ia melihat Mahmud hanya menonton dengan pandangan penuh nafsu setan ke dirinya yang terus menggaruk itu. Gadis itu mengutuk karena ia memberikan tontonan gratis kepada pria tua itu tanpa dapat mencegah. Gerakannya makin cepat dan tidak karuan karena kedua tangannya hanya bisa menggaruk 2 bagian dari 3 bagian tubuhnya yang terserang itu, kini rok mininya sudah tersingkap semua karena ia harus menggaruk liang kemaluannya sehingga memperlihatkan kedua pahanya yang jenjang dan berkulit putih mulus itu. Gadis itu terus merintih-rintih karena kini rasa gatalnya sepertinya tidak bisa digaruk hanya dengan garukan yang masih terhalang kaos dan bh untuk kedua payudaranya dan celana dalam tipisnya untuk vaginanya, tubuhnya serasa lemas karena rasa gatal dan birahinya yang kini membuat vaginanya menjadi basah dan ia merasa putingnya mengeras.

Pak Mahmud

Pak Mahmud

“Misi pak…mau ke kamar dulu niiih..uuhh..” Kata Mona, tapi Pak Mahmud diam saja menghalangi jalan keluarnya. Rasanya ingin marah saja tapi rasa gatal itu menghalangi rasa marahnya.
Karena akhirnya ia tidak tahan dan tidak bisa mencegah lagi, dengan serabutan dan cepat ia menarik tali tank topnya kebawah dan menarik turun branya sehingga kini buah dadanya telanjang yang segera ia menggaruk dengan cepat dua gunung indah itu terutama putingnya yang kini sudah mancung dan mengeras, kakinya bergerak blingsatan karena rasa gatal pada vaginanya makin menghebat. Pak Mamud tertawa dalam hati, ia menikmati melihat indahnya pemandangan di depannya itu, betapa buah dada Mona yang berbentuk bulat kencang itu tidak tertutup apapun serta baju Mona yang sudah tidak keruan. Senang ia melihat gadis yang cantik tapi sombong ini kini tampak tidak berdaya. Rencana awal ini berhasil dengan baik, yang ternyata ia telah mengganti kunci lemari baju Mona dan menaruh bubuk gatal pada pakaian dalam gadis itu dan sengaja memilihkan baju yang seksi tertinggal di luar lemari. Tangan Mona masih bergerak cepat berpindah-pindah mencoba menggaruk 3 bagian tubuh, makin lama makin menghebat dan dari mulutnya meracau tidak jelas. Dengan susah ia berusaha menggaruk vaginanya secara langsung tapi ia kesulitan karena harus menggaruk putingnya.
“Saya bantu ya sayang…” tanpa disuruh ia menarik turun celana dalam tipis Mona, sehingga sekarang terlihat “bibir” bawah tersebut yang dihiasi bulu-bulu halus. Tampak indah sekali dan menggairahkan.
“Nggeeh..ja..gan kurang ooouhh..”ia tidak dapat melanjutkan umpatannya karena ia menikmati garukan pada vaginanya walau ia harus berpindah lagi sambil merintih-rintih terus

Ia terkejut sesaat ketika tangan Pak Mahmud mengelus-elus pahanya, tapi ia tidak bisa memperdulikannya lagi yang penting ia harus terus menggaruk. Dengan leluasa Pak Mahmud menjelajahi lekuk liku tubuh montok itu tanpa penolakan, kulit pahanya terasa lembut dan daging paha sintal itu terasa kenyal dan hangat dalam usapannya. Karena belaian-belaian yang dilakukannya ini membuat Mona makin menggelinjang karena kini birahinya sudah melonjak.

“Biar ini aku yang bantu yaah..” dengan sigap jari-jari tangannya hinggap di vagina Mona dan menggeseknya dengan liar.
“Ouuuuhh…ss..stoopp…aiiieh…iyaa…ouuhh” ngga jelas Mona mau ngomong apa, sedetik ia tahu vaginanya sedang diobok-obok oleh orang yang dia sebel, tapi ia tidak tau dan tidak berdaya karena rasa gatal dan nafsunya yang memuncak sehingga dia tidak mampu menolak perbuatan Mahmud. Kini ia fokus menggaruk payudaranya, tidak hanya digaruk tapi juga diremas-remas dan memuntir-muntir putingnya sendiri. Dengan leluasa Mahmud menggesek-gesek bagian tubuh yang paling rahasia milik gadis itu. Hampir 5 menit kini liang vagina itu sudah becek dan menimbulkan bunyi kecipak karena gerakan jari-jari Mahmud yang sudah ahli itu.
“aaahh..jgn dilepas..ohh…pak..” jerit Mona saat tangan Mahmud mengangkat tangannya dari vaginanya yg sudah basah itu dan malah “cuman” mengelus-elus pahanya dan meremas pantatnya.
“Kenapa sayang..? kamu mau aku untuk terus mengobok-obok memek kamu..?” tanya Mahmud.
“Ngeh..ngeh..iii yaaa paakk…ouufh..” diantara engahannya
“kamu yakin..??”
“uuhh…ngeh…sssh..” ia hanya mengangguk
“kamu mohon dong sama aku..paaak Mahmud sayang, tolong obok-obok memek saya…please saya mohon”
Mendengar perintah itu, sekejap Mona merasa malu dan marah tapi segera terganti kebutuhan body-nya yang sudah terbakar birahi secara aneh itu. Ia berusaha untuk tidak mengucapkan itu dengan terus menggaruk, tapi ia tidak kuat..
“ouuh..ngeh..Pa..Pak Mahmud sssss….sayaaang, ooh..tol..long obok…obok me…nggeh…memek sayaaaa…pleeeeease…uuuff.. saya mohoooonn…” erang Mona.
“Tentu sayang…”
Lalu dengan sigap jarinya menggerayangi bibir vagina Mona yang becek itu dan menggesek dengan cepat. Mona melenguh penuh nikmat sambil meregangkan badannya, lalu tersentak hebat saat jari itu menusuk masuk dan menemukan klitorisnya
“Haaa..ternyata disitu yaaa…” dengan ahli ia memainkan jari itu pada g-spot tsb yang mengakibatkan Mona mendesah-desah. Gadis itu merasakan terbentuknya sensasi orgasme menanjak naik..
“Oouuhh…ja.nggaannn..” ia berusaha menahan dirinya, tapi gerakan jari Mahmud makin menggila dan terus menggila, ia sudah hampir tidak tahan.

Sambil menggigit bibirnya dan memejamkan matanya ia berusaha menahan klimaksnya, tidak mengira bahwa dirinya dapat dibuat klimaks oleh Mahmud.
“Ouuuuuuhhhhhh….aaaiiiieeeeeeeeeee…..” dengan teriakan panjang Mona mencapai puncaknya dan tubuhnya menggetar keras.

Cairan makin deras membahasai liang vaginanya, ia menikmati setiap detik sensasi luar biasa itu. Tubuhnya makin lemas dan pandangannya nanar. Ia tak mampu menolak saat Mahmud menunduk dan mencium bibirnya yang tipis.
“mmmmmpphhh…..” Mona mengerang dan sulit menolak saat lidah Mahmud memasuki rongga mulutnya dan melilit-lilit lidahnya, bahkan tanpa sadar ia membalas ciuman itu. Sementara tangan Mahmud masih mengocok kencang dan gadis itu merasakan kembali orgasmenya mau menyeruak lagi..apalagi saat ciuman Mahmud berpindah mencium puting kirinya..
“Auukkh..ssttopp..ssssshh…ssshh..” tapi Mona malah membusungkan dadanya mempermudah Mahmud menikmati puting kerasnya.

Kini rasa gatalnya sudah terganti dengan desakan nafu setan yang tidak pernah terpuaskan, tangannya yang bebas dituntun oleh Mahmud ke penisnya di balik sarungnya.
“oouuh..bes..bessar banget ppaakk..” gumam Mona tanpa sadar saat merasakan batang hangat yang berdenyut-denyut dalam genggamannya, ia melirik ke arah batang kemaluan Pak Mahmud yang ternyata lebih besar dibanding milik pacarnya, pikiran nafsunya tanpa sadar membayangkan apakah ia mampu untuk mengulum penis itu dalam mulutnya atau membayangkan bagaimana rasanya bila penis itu menyerang vaginanya. Dengan birahinya yang terus membara dan terus dijaga geloranya oleh Mahmud, Mona dengan suka rela mengocok-ngocok penis raksasa Pak Mahmud itu, ia sudah tidak ingat akan bencinya dia terhadap pria tua berumur 60 tahun itu.

Mahmud mulai mendesah-desah keenakan di antara kulumannya pada kedua puting Mona.
“aaaaaaannggghhhhh…pppaaaakkhh……aaaaaaannggghh…” Mona mencapai klimaks sampai dua kali berturut-turut karena kocokan tangan Mahmud, matanya makin nanar dan bibir seksinya menyeringai seperti menahan sakit.
“Sekarang kamu isep punya bapak yaa..kamu kan jago kalo sama pacar kamu”
“ouuh..ngga ma..mau..ap…aauupphhh..mmmhh..” Mona yang lemas akibat klimaks tadi tak berdaya menolak saat Mahmud menarik lehernya membungkuk ke arah batang “monas” nya, tidak memperdulikan protes Mona yang ia tau hanya pura-pura karena sebenarnya sudah jatuh dalam genggamannya. Kini dengan dengan bibirnya yang seksi dan lidah yang hangat lembut itu mulai mengulum batang kemaluan itu.
“Oooh..enak sayaaang…kamu memang jago..sssshh…kamu suka kan..?” tanyanya
“mmmmmpph…sllluurpp..mmmmmm” hanya itu yang keluar dari mulut Mona, yang dengan semangat memainkan lidahnya menjilati dan menghisap penis Mahmud.

Aroma dan rasa dari penis laki-laki itu telah menyihirnya untuk memberikan sepongan yang paling enak.
“Bapak tau..kamu cuman cewek sombong yang sebenarnya punya jiwa murahan dan pelacur…plaakk..!!”
Mona tersentak saat pantat bulatnya ditepak oleh Mahmud, mukanya merah dan marah tapi sebenarnya malah membuat dia makin terangsang dan makin cepat ia mem-blow job penis Mahmud. Belum pernah ia merasakan birahinya dibangkitkan dengan cara kasar ini, tapi ia tau bahwa ia sangat menikmatinya.

“Kurang ajar nih aki-aki” gerutunya dalam hati dan ia menggigit gemas ke penis Mahmud yng membuatnya itu mengelinjang dan lidahnya makin cepat menyapu urat di bawah penis itu.
“Ayo..sekarang kamu naikin penis aku..”
Tanpa berucap Mona mulai menaiki ke atas tubuh tambun Mahmud, dengan deg-degan menanti penis besar itu ia menurunkan pinggulnya dengan dibantu tangan Mahmud yang memegang pinggangnya yang ramping.

“Ooooh..” Mona mengerang saat ujung “helm” penis itu bersentuhan dengan bibir vaginanya dan mulai memasuki liang surga. Kembali ia mengerang menahan sedikit sakit saat baru masuk sedikit, liang vaginanya berusaha mengimbangi diameter penis Mahmud itu.
“Enak kan sayang?”
“Hmmmmm…nggh…” Mona hanya mengerang dan memjamkan mata menunggu penis itu membenam ke dalam vaginanya. Tapi Mahmud hanya menggesek-gesek liang vagina Mona itu dengan ujung kepala “meriamnya”. Gadis itu menggoyang-goyang pinggul seksinya dan berusaha menurunkan badannya, tapi Mahmud tetap menahan pinggulnya sehingga tetap belum dapat “menunggangi” penis Mahmud.
“Hemmm…kenapa sayang? Udah ga sabar yaa ngerasain kontol bapak?”
“Huuh?..nggeeeh…aa..paahh…” Mona ngga tau harus ngomong apa, masih tersisa gengsi pada dirinya.
“Hehehe..masih sok alim uuh..kamu ya..? Kalo kamu mau kontol bapak, kamu harus memohon dengan mengaku diri kamu itu cuman perek murahan dan lakukan dengan seksi..”
“aaahh…sssh..kenapa mes..ti gitu paakk…pleaaase…” Mona sudah benar-benar terangsang dan tidak bisa berfikir jernih lagi, dalam pikirannya kini hanya penis Mahmud saja.
Mahmud mendengus dan seperti hendak memindahkan tubuh Mona di atasanya, merasa perbuatan itu.
“Oouuh ooke..okeeh paaak…ngeh, tega bgt sih bapak…oouf paak, tolong masukin kontol ba..ngeehh..bapak ke memekku paak, entotin sayaaa ooh paakk…akkuu..memang cewe murahan yang sok suci..nggeh..pleease..paakk..akuuu mohooon…” pinta Mona memelas sambil meremas-remas kedua payudaranya.
“Hehehehe…kamu tergila-gila ya sama kontol bapak..”
“Iyaa ppaakkh…please..aku ga tahaaan paakk…”
“Kontol pacar kamu ga ada apa-apanya kan?”
“oouuh..jauuh pakkk..punya bapak lebih hebaat dan enaaaakk”
“Hehehe..good…ini dia hadiahnya..”
Mahmud lalu menarik ke atas tubuh Mona dan menurunkannya kembali, dengan diiringi erangan Mona merasakan penis itu makin dalam masuknya dan sulit ia menahan diri untuk tidak klimaks yang keempat kalinya. Mona kembali menaikkan badannya dan menurunkan kembali sehingga sudah ¾ penis itu diemut vaginanya. Gerakannya diulangi berkali-kali, awalnya perlahan tapi makin lama makin cepat karena vaginanya sudah bisa “menerima” penis berukuran di atas rata-rata itu. Gadis itu sudah benar-benar dikuasai nafsu birahinya dan ia merasa terbang ke awang-awang merasakan gesekan-gesekan penis Mahmud dengan dinding vaginanya. Tidak sampai 5 menit Mona sudah merasakan akan keluar lagi.
“Ouuh..gilaaa..paaakkh..oouuuhhhhhhhhh..” Mona mencapai klimaksnya lagi dan ia terus bergerak naik turun menunggangi penis yang masih perkasa itu.

Buah dadanya yang besar menggantung itu bergerak naik turun mengikuti irama gerakan badannya, dengan nikmat Mahmud meraup gumpalan daging kenyal itu dan meremas-remasnya dengan gemas. Dengan liar ia terus menunggangi penis itu, diiring dengan bunyi “plok..plok..plok..plok..” yang makin cepat akibat beradunya badan Mona dengan perut buncit Mahmud. Hampir 15 menit Mona menikmati hunjaman-hujaman penis itu, dalam periode itu Mona sudah mencapai orgasme sampai 4x lagi, ia tidak dapat menahan untuk tidak melenguh dan berteriak nikmat. Pikirannya sulit untuk fokus bahwa ia telah dibuat klimaks oleh seorang laki-laki yang pantas jadi ayahnya. Ia merasa lemah sekali akan nafsu yang menguasainya, tapi sungguh terasa nikmat sekali yang tidak mampu ditolaknya. Mahmud juga sudah hampir mencapai puncaknya, penisnya telah mengeras sampai maksimal dah hal ini juga dirasakan oleh Mona, ia mempercepat gerakan naik turunnya yang menyebabkan buah dada montoknya bouncing naik turun makin cepat.
“Uuuaaahh…gilaaaaa…ooouuuhhh…” akhirnya Mahmud tidak dpt menahan lagi, spermanya muncrat seiring dengan klimaksnya yang ternyata berbarengan dengan klimaks yang sangat kuat dari Mona.

Mahmud merasakan dinding vagina Mona yang hangat itu bergetar menambah kenikmatan klimaksnya. Dengan lunglai Mona turun dari tunggangannya dan rebah di samping Pak Mahmud yang juga masih merem melek habis menikmati tubuh gadis cantik dan sexy itu.
“Kamu memang hebat hebat cantik…”
“Cukup pak..ngeh, aku ga tau kenapa bisa kaya gini tadi..ini harusnya gak terjadi, cukup sekali ini terjadi” Mona yang sudah mulai jernih pikirannya, ia kini sangat menyesali bahwa ia menyerahkan dirinya secara sukarela kepada Mahmud. Ia memutuskan untuk pindah kost dan kejadian tadi harus dikubur dalam-dalam, tidak boleh ada yang tahu.
Melihat Mona yang mulai membereskan bajunya dan hendak pergi, Mahmud bergerak cepat. Ia memegang leher belakang Mona yang sedang membungkuk hendak mengambil cdnya lalu dengan cepat membenturkannya ke meja kayu yang ada di depan mereka duduk.
“uuuugghhh….” kerasnya benturan itu membuat ia setengah pingsan.
“hehehe..ga secepat itu sayang..kamu akan jadi milikku..” Mahmud lalu menarik tangan Mona dan gadis itu pasrah saja dibawa dengan setengah sadar masuk ke kamar Mahmud. Lalu setelah melepas sisa bajunya, ia merebahkan tubuh telanjang yang masih lemas itu ke atas ranjangnya. Lalu ia mengikat kedua pegelangan kaki dan pergelangan tangan Mona ke ujung ranjang besi, sehingga kini tubuh telanjangnya itu dalam posisi kaki yang mengangkang lebar.
“uuuh..apa-apaan inih…lepasin paak…”dengan suara masih serak dan lemah Mona berontak dengan percuma, ia mulai takut apa yang hendak dilakukan.

Melihat posisi dan kondisi Mona yang menggairahkan itu, Mahmud tidak tahan lagi ia membungkuk lalu menciumi payudara montok dan memainkan lidahnya mengecupi puting Mona yang sebentar saja langsung mengeras.
“Ouuh..pak..! lepasin saya pak…kalo ngga sa…aauupphh…mmbbllllmmmmm…” Mona tidak dapat melanjuntukan omongannya karena ditutup lakban oleh Mahmud.

Kini kesadaran Mona sudah mulai pulih, ia masih terus berusaha memberontak untuk melepaskan ikatan kaki dan tangannya tapi ikatan itu sungguh kuat. Ia mulai takut karena kini ia tidak berdaya dan berada dlm kekuasaan Mahmud. Pandangan matanya mengikuti Mahmud seperti mata kelinci yang sedang ketakutan melihat serigala yang akan memangsa, dan air matanya mulai meleleh di pipinya.
“Eeeiih..kenapa nangis cantik? Aku paling ga suka liat cewe nangis…tapi sekarang kita liat film dulu ya…”ujar Mahmud sambil memasang kabel menghubungkan dari handycam ke tv. Lalu ia mulai menyetelnya.

Mata Mona terbelalak kaget saat melihat tayangan video di layar tv, jantungnya serasa akan copot dan kepalanya tiba-tiba pusing mendadak melihat adegan per adegan dari video itu. Ternyata kejadian di sofa ruang tengah tadi semuanya direkam oleh Mahmud dari tempat tersembunyi, terlihat jelas saat ia melihat dirinya mulai merasakan gatal yang menyerang, mulai mencopoti bajunya dan sampai kejadian dia berhubungan sex dengan Mahmud. Perasaannya makin hancur saat ternyata Mahmud tidak hanya merekam dari 1 sudut saja, terdapat 4 handicam tersembunyi yang merekam seluruh kejadian. Bahkan saat ia memohon kepada Mahmud untuk mengobok-obok vaginanya dan pengakuan dia sebagai cewek murahan juga terdengar jelas. Wajah gadis yang cantik itu jadi pucat dan tubuhnya bergetar, ia sudah menduga apa yang akan diminta oleh Mahmud dengan adanya video itu. Perasaannya geram, marah, benci, takut dan lain-lain bercampur aduk, kini ia hanya dapat menangis. Terlihat jelas bagaimana wajahnya menunjukkan dirinya menikmati setiap detik permainan panas itu dengan aki-aki tambun yang sudah tua.
“Percuma kau menangis..kini kamu akan merasakan akibatnya karena selama ini menjadi cewek sombong yang sok suci. Bapak tau apa yang kamu lakukan sama pacar kamu selama ini, nah..sekarang kamu harus nurut apa yang bapak mau, kalo ngga bapak jamin film ini akan nyebar kemana-mana, kamu ngerti…??” tegas Mahmud.
Mona hanya mengangguk lemah dengan pandangan sayu.
“Sekarang yang aku minta kamu tidak boleh nangis selama kamu melayani saya..bisa..?? kalo tetap nangis kamu akan terima hukuman yang berat..”
Kembali Mona hanya mengangguk dan berusaha menahan air matanya. Ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa akan ada jalan keluar nantinya. Tanpa sadar ia membayangkan kejadian tadi, dan ia teringat akan ukuran penis Pak Mahmud yang memang di atas rata-rata. Dengan pikiran itu tanpa dapat dicegah terasa desiran-desiran halus di perutnya dan ia merasa putingnya agak mengeras.

“Sayang…yang punya penis si Mahmud anjing itu..” pikirnya.
Mona melotot kaget saat Mahmud mengambil sesuatu dari lemari yang ternyata merupakan dildo vibrator yang berukuran panjang.

Mahmud kini duduk di ranjang di dekat kakinya yang ngangkang itu, memperlihatkan vaginanya yang terbuka menantang, lalu ia mengusap dengan tangannya yang mengakibatkan Mona terhentak.
“Kayanya udah basah nih..udah siap yah..” goda Mahmud, lalu ia membungkuk dan wajahnya kini sudah di depan liang surga milik gadis cantik itu, tiba-tiba Mona menggelinjang saat lidah Mahmud menciumi dan menjilati vaginanya. Untuk beberapa saat Mona menggelinjang-gelinjang, nafasnya kembali memburu dan pandangan matanya sayu.
“Ngggeehhhhhhhh…!” Mona menjerit dengan mulutnya yang tertutup lakban, saat Mahmud memasukkan dildo ke dalam lubang kemaluannya yang sudah basah dan ngilu itu dan terus mengerang karena dildonya makin dalam ditusukkannya. Kembali ia menggelinjang hebat saat Mahmud menyalakan vibartornyanya. Terasa sakit, tapi setelah beberapa menit rasa sakit itu berangsur-angsur menghilang tergantikan dengan sensasi kenikmatan yang belum pernah ia rasakan atau pernah ia bayangkan. Kini erangannya terdengar seperti rintihan kenikmatan diiringi dengusan nafasnya yang memburu.
Mona melenguh panjang dan pelan, merasakan tubuhnya makin panas dan terangsang. Rasa menggelitik di perut bag bawah makin menggila dan menggelora. Dengan rasa malu dan kaget, ia mencapai klimaksnya dengan sensasi yang luar biasa..”
“nngggggghhhhh…mmmmmmmmmmhhhhh…..!!!!” Tubuh montoknya menegang sesaat ketika klimaksnya menyerang, pandangan matanya makin sayu. Tapi dildo itu tetap bergetar seperti mengoyak-ngoyak bag dalam vaginanya, dan rasa nikmat kembali dirasakan makin meningkat, nafasnya memburu dan kini pikirannya sudah tidak terkontrol, nafsu birahinya terus membara karena dildo itu.
“Naah..kamu seneng aja ya ditemenin ama dildo bapak ya…tenang aja, getarannya akan makin keras kok udah saya setting dan bapak colokin ke listrik..hehehe..bapak mau bikin back up untuk film kamu tadi ya..” kata Mahmud, ia hanya ketawa melihat Mona memandangnya dengan tubuh telanjangnya yang menggeliat-geliat, tubuh montok yang tampak berkilat karena keringat
Mahmud makin tertawa karena Mona mengerang lagi karena telah orgasme untuk kesekian kalinya, lalu ia meninggalkan Mona yang terus mengerang-erang karena getaran dildo itu. Tidak terhitung berapa kali Mona dipaksa untuk orgasme, tubuhnya mengkilat karena basah oleh peluhnya, gadis itu merasa lemas sekali tapi dildo yang menancap di vaginanya memaksa dia untuk terus dirangsang. Akhirnya karena tidak kuat lagi, gadis malang itu jatuh pingsan.

By: Sweet Insanity
****************

Polwan malang

***********************************

Kiani

Kiani

Malam mulai larut di daerah rawan kota. Sekelompok polisi mengendap-endap di kegelapan, bersiap untuk memasuki suatu kompleks bangunan besar yang kelihatan terbengkalai. Dari luar kompleks itu mirip pabrik yang sudah ditinggalkan, namun sebenarnya sudah diketahui bahwa tempat itu dijadikan penampungan oleh sindikat perdagangan manusia. Di antara para petugas yang ikut serta dalam penggerebekan itu, terdapat seorang polwan bernama Kiani Irawati, berpangkat Ajun Inspektur Satu. Aiptu Kiani termasuk petugas yang berprestasi; sementara kebanyakan polwan di satuannya ditempatkan di bagian lalu lintas atau administrasi, semangat dan keberanian Kiani membuatnya berhasil memasuki satuan reserse. Kerja kerasnya dalam menyidik dan memberantas kejahatan membuat pangkatnya cepat naik dan boleh dibilang memancing rasa iri dari sesama rekannya yang laki-laki. Namun Aiptu Kiani tak begitu mempedulikan itu; dia fokus dengan pekerjaannya untuk menegakkan keadilan. Dia terutama paling bersemangat memberantas sindikat pelacuran dan perdagangan manusia, karena kedua jenis kejahatan itulah yang paling dia benci dan ingin hapuskan dari muka Bumi. Penggerebekan malam itu pun terjadi atas hasil penyelidikan Aiptu Kiani dan desakannya kepada Kapolsek setempat, Ajun Komisaris Polisi Mauli. Sebelumnya, Aiptu Kiani sudah berhari-hari bolak-balik menyodorkan berkas-berkas dan bukti-bukti foto hasil pengintaian kepada AKP Mauli, namun sang Kapolsek tidak juga bereaksi. Akhirnya setelah cukup lama AKP Mauli mengizinkannya melakukan penggerebekan. Di tengah kesunyian dan kegelapan malam, Aiptu Kiani dan rekan-rekannya mengendap-endap memasuki pagar kompleks itu. Mereka berpisah menjadi dua kelompok untuk mendobrak masuk ke bangunan terbesar di dalamnya. Kiani dan lima rekannya akan masuk lewat depan bangunan mirip gudang yang menjadi target operasi. Pintu besarnya terbuka sedikit. Sambil memegang senjata terkokang, Kiani pelan-pelan melebarkan pintu sementara rekan-rekannya menyalakan senter.

“Polisi!” teriak seorang petugas selagi mereka berlima masuk sambil menodongkan senjata. Yang menyambut mereka adalah ruangan kosong dan gelap. Cahaya senter yang disorotkan ke sekeliling ruangan memperlihatkan tumpukan peti-peti berukuran raksasa, seperti yang biasa dilihat di gudang pabrik. Mereka tidak menemukan saklar lampu.

“Kita masuk, selidiki…” kata Aiptu Kiani. Yang lainnya mengangguk lalu pelan-pelan bergerak. Tiba-tiba mereka mendengar bunyi berderak dari atas lalu…DOR! DOR! Bunyi tembakan memecah sepinya gudang itu dan membuat kelima polisi terpencar mencari perlindungan. Mereka berlima menyelinap di sela peti-peti raksasa, dalam suasana remang-remang, menghindari penembak yang mereka kira ada di atas. Terdengar suara langkah orang berlari menginjak permukaan peti; Kiani menduga ada banyak orang selain mereka di dalam gedung itu, berlari-lari di atas tumpukan peti. Posisi para polisi kurang bagus karena penyerang mereka ada di atas. Ditambah lagi, mereka bergerak dalam gelap, hanya dibantu senter yang mereka bawa. Kelompok yang masuk dari belakang belum bertemu dengan mereka. Kiani berlindung di gang di antara dua peti raksasa, menggenggam pistol dengan kedua tangan, berdebar-debar. Dia tidak tahu posisi teman-temannya. TRAK! TRAK! TRAK! Kiani mendengar langkah-langkah dan melihat bayangan orang berkelebat di atas. Ada orang di atas peti di depannya! Kiani langsung melepaskan tembakan ke arah bayangan itu. Bunyi pistol bergema di dinding-dinding peti di sekelilingnya, membuat kedua telinganya berdenging. Kiani meringis selagi melihat bayangan itu terus bergerak; tembakannya tidak kena. Dia terpancing untuk mengikuti gerakan orang yang tadi mau ditembaknya, dan bergerak mengejar menyusuri sela-sela peti. Ketika mengejar sambil mengikuti gerakan buruannya di atas, Kiani lengah dan tidak melihat arah larinya. Dia tersandung dan terjatuh; pistolnya terlepas dari genggaman. Sebelum dia mampu bangkit lagi, dia merasakan ada dua orang mendekatinya. Kiani merasakan salah satunya memukul tengkuknya. Sang polwan berusaha bertahan, namun pandangannya jadi kabur dan dia pun kehilangan kesadaran.

*****

Selain gigih dan bersemangat, Aiptu Kiani Irawati juga bisa dibilang berpenampilan menarik. Tubuhnya yang jangkung dan atletis karena latihan fisik rutin itu tetap memiliki lekuk-lekuk yang feminin, dengan dada berukuran 36C, sepasang kaki panjang dan indah, perut rata, dan pantat kencang. Wajahnya yang cantik dibingkai rambut yang dipotong pendek sesuai ketentuan namun tetap apik. Dalam seragam polisi pun dia tetap tampak menawan. Kiani belum menikah, namun sejauh ini dia sudah menampik lamaran dan pendekatan beberapa rekan sesama polisi. Dia merasa belum berminat untuk berkeluarga dan masih ingin melanjutkan perjuangannya memberantas kejahatan. Dalam keadaan pingsan pun dia tetap tampak menawan. Itulah yang dirasakan seorang laki-laki bertato, berjaket hitam, dan berkacamata hitam yang sedang menghadapi Kiani Irawati yang digeletakkan dalam keadaan tidak sadar di depannya. Sebagai seorang pedagang manusia, dia biasa menilai harga perempuan-perempuan yang telah dia jerat untuk dijebloskan ke dunia prostitusi. Polwan ini, yang dibawa anak buahnya setelah mereka berhasil melumpuhkan penggerebekan polisi terhadap salah satu lokasi tempat operasinya, berharga tinggi. Tapi dia tidak akan memperlakukannya sama dengan gadis-gadis kampung yang ditipu dengan iming-iming pekerjaan lalu dia jual ke tempat-tempat hiburan di dalam dan luar negeri. Yang ini beda.

“Siapkan dia,” perintah si pemimpin sindikat.

Sejumlah orang segera mengerubungi polwan cantik yang pingsan itu.

*****

Kiani merasakah posisi tubuhnya berdiri ketika dia sedikit demi sedikit sadar dari pingsannya. Lengannya terangkat ke atas; dia merasakan kedua pergelangan tangannya diikat dan ikatannya terhubung dengan sesuatu yang menggantung di atas depan kepalanya. Berikutnya dia rasakan kedua kakinya menjejak suatu permukaan keras, tapi tidak bisa bergerak kaena pergelangan kakinya juga terikat. Posisi kedua kakinya merentang membentuk huruf V terbalik. Tubuhnya berposisi membungkuk sedikit ke depan. Gelap, dia tak bisa melihat apa-apa. Tapi dia masih bisa merasakan bahwa dia masih berpakaian. Tiba-tiba ruangan tempat Kiani berada menjadi terang. Kiani silau sesaat, lalu membelalak ketika menyadari dia sedang berada dalam satu ruangan yang seluruh dindingnya dipasangi cermin, mirip suatu studio senam atau dansa. Maka Kiani bisa melihat bayangannya sendiri, dan dia kaget karenanya. Dugaannya mengenai posisi tubuhnya tidak salah; kedua pergelangan tangannya memang terikat dan berposisi di atas kepala. Ketika dia melihat ke bawah, kedua pergelangan kakinya terikat ke satu batang besi, berposisi sedemikian sehingga dia dipaksa setengah mengangkang. Namun dia paling terkejut melihat penampilannya sendiri. Kiani sehari-hari hanya mengenakan seragam polisi dan jarang berdandan. Itu sebabnya dia terkejut melihat penampilan sosok perempuan terikat di cermin besar di hadapannya. Perempuan itu bermake-up tebal, dengan eyeshadow biru dan lipstik merah terang. Lehernya dikelilingi kalung ketat mirip kalung anjing dengan cincin yang terkait dengan rantai di depan. Dan dia mengenakan pakaian yang seumur hidup belum pernah dia pakai: kemben pendek hitam dari bahan yang menerawang; rok lipit merah kelewat pendek yang sepertinya menutup bagian bawah pantatnya pun tidak; stocking jala hitam setinggi setengah paha; dan sepatu platform ber-hak tinggi warna merah hitam yang mencolok. Hanya rambutnya saja yang tidak diapa-apakan.

“Apa… apa-apaan ini…” bisiknya kepada diri sendiri. “Kenapa aku jadi seperti ini?”

Jawabannya segera tiba. Di hadapannya, muncul banyak laki-laki bertampang seram. Yang memimpin mereka adalah seorang laki-laki berjaket kulit hitam dan berkacamata hitam. Kiani melihat leher laki-laki itu bertato; di kedua punggung tangannya pun terlihat tato, jadi mungkin si Jaket Hitam sekujur tubuhnya bertato seperti anggota Yakuza. Sebagian wajah si Jaket Hitam tertutup kacamata hitam besar, namun Kiani bisa melihat dia tercukur rapi dan senyum licik melintang dibingkai garis rahangnya yang tegas. Si Jaket Hitam menggenggam kain berwarna coklat di tangannya.

“Kiani Irawati,” kata si Jaket Hitam, membaca tulisan yang tertera di gumpalan kain coklat yang tadinya adalah seragam Kiani itu. “Eh, maaf ni seragamnya rusak gara-gara anak buahku gak becus bukain baju cewek. Maklum, biasanya mereka main sobek aja. Suka nggak sama gantinya yang lagi kamu pakai sekarang?”

“Kamu…” Kiani berusaha menggertak. “Lepaskan saya sekarang juga. Jangan macam-macam dengan polisi!”

“Ckckck, galak amat si non,” ejek si Jaket Hitam. “Kalau aku nggak mau, emangnya kenapa? Nggak bisa gitu dong. Aku paling nggak suka kalau ada orang ganggu urusanku. Termasuk polisi.”

“Kamu penjual manusia!” teriak Kiani. “Justru bajingan macam kamu mesti diberantas. Tunggu saja, sekarang pasti back-up dari kantor bakal datang ke sini!”

“Mana? Dari tadi nggak ada tuh. Jangan sombong, non. Mentang-mentang pake seragam polisi, terus kamu bisa ngebacot seenaknya di depanku? Cuh! Perempuan gak tahu diri,” ancam si Jaket Hitam.

“Jahanam!” teriak Kiani yang masih berani. “Aku tahu apa saja dosamu. Kamu jerumuskan gadis-gadis yang polos, pura-pura menawari pekerjaan, padahal mereka terus kamu jual ke pelacuran! Manusia hina! Kalau tertangkap, kamu bakal masuk penjara seumur hidup sampai busuk!”

“Eh, banyak bacot kamu. Dengar ya, aku ini pengusaha baik-baik. Anggap saja penyalur tenaga kerja. Aku beneran nawarin kerjaan kan? Mereka juga awalnya mau kan diajak kerja? Salahin tuh pemerintah yang gak becus nyediain lapangan kerja. Aku sih bantu mereka biar bisa cari duit,” kata si Jaket Hitam.

Apanya yang ngebantu?” seru Kiani gusar. “Memangnya aku nggak tahu kamu apakan saja gadis-gadis itu? Kamu… kamu siksa mereka! Kamu perkosa mereka! Kamu iblis!”

“Cerewet! Sudah cukup ngomongnya,” kata si Jaket Hitam.

Dia memungut segumpal kecil kain, yang Kiani kenali. Itu celana dalamnya sendiri. Kiani jadi sadar juga bahwa di bawah rok superpendek yang dipakaikan anak buah si Jaket Hitam, dia tidak pakai apa-apa.

“Mmphh!!” Kiani memprotes tanpa hasil ketika celana dalamnya sendiri dijejalkan ke mulutnya oleh si Jaket Hitam.

Si Jaket Hitam kemudian menjulurkan tangan ke belakang, meminta sesuatu ke anak buahnya. Rupanya satu lagi perlengkapan Kiani, pentungan karet. Kiani membelalak, memandangi si Jaket Hitam, bersiap menerima pukulan dari pentungannya sendiri. Tapi bukan itu yang dilakukan si Jaket Hitam.

“Tahu nggak, sayang bener kamu jadi polisi, kata si Jaket Hitam, ketika berdiri tepat di depan Kiani. “Bisa lihat sendiri bayangan kamu kan. Aku aja lebih seneng lihat kamu kayak gini. Kamu cakep, badanmu bagus, dadamu gede,” si Jaket Hitam mengatakan itu sambil menyentuhkan ujung pentungan ke payudara kiri Kiani yang menyembul di balik kemben transparan. “Kamu lebih cocok pakai baju ini, dandan yang cantik, daripada pakai seragam coklat jelek itu. Pasti banyak yang suka sama kamu, dan kamu bakal cepat dapat banyak duit. Mau ikut aku aja? Daripada kamu kerja begini, gaji kecil, dicela-cela masyarakat, ntar juga mesti korupsi biar bisa hidup. Kamu mau, Kiani?”

Kiani tidak bisa ngomong karena mulutnya disumpal celana dalam, dia hanya menggeleng sambil memandangi Jaket Hitam dengan tatapan benci.

“Tidak?” kata si Jaket Hitam sambil tersenyum mengejek. “Tahu nggak, aku paling nggak suka sama perempuan yang bilang tidak.”

Jaket Hitam tertawa dan Kiani langsung melotot ngeri ketika dia merasakan ujung pentungan karet yang digenggam musuhnya mengelus-elus kemaluannya. Kembali Kiani menggelengkan kepala, namun kali ini ekspresinya berubah menjadi takut. Andai tidak dibungkam, mungkin kata-kata yang keluar adalah permohonan agar yang hendak dilakukan si Jaket Hitam jangan dilakukan. Jaket Hitam tidak peduli. Setelah cukup lama menggosok-gosokkan ujung pentungan itu ke kemaluan Kiani, Jaket Hitam merogoh ke bawah, menjolokkan satu jarinya sedikit ke dalam belahan kemaluan Kiani. Polwan itu terpekik; Jaket Hitam dapat merasakan basah di jarinya…

“Udah siap nih…” kata Jaket Hitam sambil nyengir.

Kiani berusaha meronta melepaskan diri tapi ikatan di tangan dan kakinya membuat dia tak mampu menghindar dari nasib buruk yang akan segera menimpanya. Dan datang pula tindakan keji itu. Si Jaket Hitam menjolokkan pentungan karet ke dalam kemaluan Kiani yang perawan, menembus lapisan tipis perlambang kesucian Kiani sebagai seorang gadis. Kiani merasakan sakit di selangkangannya dan air mata mengalir dari sudut matanya selagi dia menyadari betapa tak berdayanya dia di tangan bajingan ini. Tiba-tiba Kiani teringat dengan keluarganya yang tinggal di kota lain, ayah ibunya yang selalu membangga-banggakan dia, dan janjinya sendiri kepada mereka untuk selalu menjaga diri. Hari itu Kiani mesti mengorbankan sesuatu yang sangat berharga baginya sebagai risiko pekerjaannya.

Darah perawan yang mengalir sepanjang pentungan dicolek sedikit oleh Jaket Hitam, lalu dengan kejam dia menunjukkan jarinya yang bernoda darah itu ke depan mata Kiani. Jaket Hitam melanjutkan ejekannya dengan mengulum jari itu. Kiani hanya bisa menangis sambil terbungkam. Si Jaket Hitam mendesakkan lagi pentungan polisi itu ke dalam kemaluan Kiani, lalu melepas pegangannya. Polwan yang baru diperawani itu kini berdiri agak membungkuk dengan kaki setengah mengangkang, dan terlihat sebatang pentungan karet tertancap tak senonoh di balik rok mininya, dengan sedikit darah mengalir di permukaannya. Si Jaket Hitam tertawa, lalu menyuruh anak buahnya mendekat. 12 laki-laki bertubuh besar dan bertampang seram lalu mengerubungi Kiani.

“Silakan dinikmati,” kata si Jaket Hitam yang lantas berbalik keluar dari kerumunan itu.

Kiani hanya bisa memandang ketakutan selagi wajah-wajah seram dan bernafsu di sekelilingnya mendekat. Salah seorang di antara mereka kemudian mencubit-cubit putingnya, membuat Kiani meringis walau cubitannya tidak keras. Kiani merasa dikhianati tubuhnya sendiri karena putingnya terasa lebih keras. Seorang di antara mereka yang berkepala botak menarik kaos kemben yang dipakai Kiani ke atas sehingga sepasang payudara 36C Kiani terpamerkan di depan mereka. Si Botak kemudian meraih payudara kanan dan mulai menjilati puting Kiani. Lidah si Botak menjalar dari ujung puting ke areola berwarna gelap di sekelilingnya. Kemudian, si Botak membuka mulutnya lebar-lebar dan mencoba melahap sebanyak mungkin bagian payudara Kiani. Kiani meronta-ronta, tapi tubuhnya dipegangi oleh yang lain. Mau teriak jelas tidak bisa karena mulutnya tersumpal celana dalam. Namun di antara teriakannya, terselip satu erangan yang dianggap orang-orang sekelilingnya sebagai tanda Kiani mulai terbawa birahi. Mendengar itu si Botak makin semangat mengisap payudara Kiani.

Tak lama kemudian, tangan kirinya meremas payudara kiri sang polwan sementara tangan kanannya turun ke paha Kiani.

“Eh, tangan lu mau ke mane tuh?” seorang teman si Botak yang berambut gondrong berkomentar iseng.

Si Botak mencabut pentungan yang memerawani Kiani, dan mulai menjamah bibir vagina Kiani. Sekali lagi erangan lembut keluar dari mulut Kiani. Si Botak langsung menjebloskan satu jarinya ke dalam kemaluan Kiani yang basah. Tak lama kemudian dia memasukkan satu jari lagi sambil mengocok-ngocok bagian dalam vagina Kiani. Kiani meronta-ronta tanpa daya.

“Mhhghh!!” desah Kiani, tak mampu menahan sensasi yang ditimbulkan jari-jari si Botak.

Si Gondrong kini ikut beraksi, dia bergerak ke belakang Kiani lalu ikut merogoh kemaluan Kiani. Kiani mendengar suara resleting dibuka. Si polwan menoleh ke belakang dan menyadari apa yang mau dilakukan si Gondrong. Anak buah si pedagang manusia itu menyibak rok supermininya dan menggenggam kedua sisi pantatnya, membuka belahan pantatnya sampai lubang duburnya terlihat… Kiani panik ketika sadar apa yang mau dilakukan si Gondrong. Polwan yang malang itu makin keras meronta, berusaha melepaskan diri dari penganiayaan seksual yang dialaminya. Kiani pun merasakan sesuatu menempel di pintu masuk bokongnya…kepala penis si Gondrong. Dia menjerit dan berusaha menggerakkan pantatnya agar menjauh dari calon penerobos itu, tapi dua orang lagi yang mengerumuninya, satunya brewokan sementara satunya lagi berambut cepak dengan codet besar di dahi, menahan tubuhnya sehingga dia tak bisa lolos. Pelan-pelan kepala burung si Gondrong mendesak lingkaran pintu duburnya dan mulai menerobos liang pantatnya.

Di tengah rasa sakit akibat awal pemerkosaan terhadap pantatnya, tiba-tiba Kiani kuatir dia bisa cedera lebih parah kalau dia terus bergerak. Si Gondrong terus mendesakkan burungnya yang panjang itu ke dalam ujung belakang saluran pencernaan Kiani sementara si Botak di depannya ganti mengenyot-ngenyot payudara kiri Kiani sambil mengobel kemaluan Kiani dengan tiga jari. Si Brewok dan si Codet mulai memegang-megang tubuh Kiani juga. Begitu seluruh penisnya masuk ke dubur Kiani, si Gondrong bilang ke teman-temannya,

“Sempit banget nih bo’olnya! Kenceng jepitannya, gue ampe ga bisa gerak!”

Sesudah ngomong begitu, si Gondrong langsung menyodomi Kiani dengan penuh semangat, dengan cepat memaju-mundurkan pinggangnya menggempur pintu belakang si polwan tanpa ampun. Kiani menjerit-jerit selagi tubuhnya yang dikekang terguncang-guncang dan penis si Gondrong merojok saluran pembuangannya. Tapi rupanya si Gondrong memang terlalu bersemangat, dan tidak lama kemudian Kiani merasakan semburan hangat di dalam tubuhnya. Kiani meringis dan berusaha menguatkan diri. Untuk pertama kalinya tubuhnya dinodai benih lelaki. Tapi semangat Kiani masih membara. Dia merasakan bahwa inilah risikonya memerangi kejahatan. Orang lain bisa cacat atau tewas dalam tugas. Mungkin diperkosa juga termasuk risiko. Andai dia bisa lepas dari pelecehan ini, Kiani berjanji, dia akan penjarakan semua bajingan yang telah menodainya.

“Hahaha, cepet amat lu?” si Brewok mengejek si Gondrong.

“Diem lu, asu,” kata si Gondrong yang benar-benar kesal karena kecepatan muncrat.

Si Brewok mencabut celana dalam yang menyumpal mulut Kiani, dan langsung dihadiahi semprotan ludah dari si polwan.

“E-e-e, kok galak banget?” si Brewok cuma tertawa sambil menyeka wajahnya yang diludahi. Si Brewok lantas menggenggam wajah Kiani dan memuji, “Cakep juga ya lonte kita?”

“Polwan dia, bukan lonte,” kawannya, si Codet, membetulkan.

“Mana ada polwan bajunya kayak gini? Yang biasanya pake rok mini ama kemben terus ngangkang di pinggir jalan kayak dia ini ya jablay,” balas si Brewok.

“Awas kalian semua!” Kiani masih berani mengancam. “Kalau sampai ketangkap biar kalian dihukum seberat-berantny… MMMM!!”

Si Brewok membungkam Kiani dengan cara mencium paksa. Bersamaan dengan itu, si Botak makin kencang mengobel kemaluan Kiani, jari-jarinya keluar-masuk dengan begitu cepat. Kiani belingsatan akibat aksi jari si Botak. Dia meronta-ronta dengan liar dan terengah-engah.

“Eh, memek dia udah becek banget nih!” seru si Botak selagi Kiani mulai mengerang-erang gelagapan.

Si Botak rupanya sangat ahli memainkan jari-jarinya. Kiani mencoba untuk melawan rangsangan kenikmatan yang diberikan, tapi dia sulit sekali melakukannya. Beda dengan ketika diperawani dengan pentungan maupun disodomi oleh si Gondrong tadi. Yang dia rasakan hanya sakit sehingga dia lebih mudah menolak kedua tindakan itu, biarpun hanya dalam niat. Tapi lihainya jari-jari si Botak menjolok, menowel, dan mengelus membuat tubuh Kiani berkhianat dan jatuh ke godaan nafsu. Pikiran Kiani mulai goyah dan buyar. Polwan itu mencoba menyangkal, tapi gagal. Ciuman si Brewok berakhir, dan dalam hitungan detik, Kiani melolong.

“OooooOOOOHHH!!!”

Orgasme pertama yang pernah dirasakannya itu membuat tubuh Kiani terkejang-kejang dan akhirnya terkulai. Andai tangannya tidak terikat ke tali yang menggantung, mungkin Kiani bakal ambruk ke lantai.

“Hei lonte! Enak kan kobelan gue?” si Botak meneriaki Kiani.

“Aku… bukan… lonte…” rintih Kiani di sela nafasnya yang tersengal-sengal.

Si Jaket Hitam, setelah melihat Kiani kelelahan karena orgasme, menyuruh anak buahnya melepas ikatan sang polwan. Kiani tetap tak bisa bergerak meski seluruh ikatannya sudah dilepas karena anak buah si Jaket Hitam memeganginya. Si Jaket Hitam mendekati Kiani dengan membawa sesuatu. Kiani tidak sempat melihat apa benda itu, tapi dia langsung merasakannya: sebuah jarum suntik yang ditusukkan si Jaket Hitam ke lengan atasnya. Kiani menjerit sejenak, kaget dan kesakitan. Obat penenang ringan yang disuntikkan ke tubuh Kiani cepat bereaksi. Polwan itu jadi kehilangan keinginan untuk meronta dan melawan. Timbul rasa hangat yang menentramkan di tubuhnya. Si Jaket Hitam memerintahkan anak buahnya melepas Kiani. Karena sudah dipengaruhi obat, Kiani tak berusaha bangkit.

“Enghh…” desah Kiani selagi tubuhnya bergulung dari posisi menyamping ke telentang.

Tanpa dapat melawan, tangannya bergerak sendiri mencengkeram payudaranya yang besar. Bukan cuma obat penenang yang barusan memasuki tubuh Kiani, tapi juga obat perangsang. Si Jaket Hitam merogohkan tangannya ke selangkangan Kiani yang banjir, meraup cairan kewanitaan Kiani, lalu mendekatkan tangannya yang basah ke hidung Kiani. “Tuh, cium. Memek kamu sendiri tuh. Becek pertanda pengen. Sudah sadar belum kalau kamu itu cuma lonte?”

“Ahhh!” Kiani mendesah selagi si Jaket Hitam menusuk-nusukkan tiga jari keluar-masuk vaginanya.

Tapi setiap kali Kiani akan mengalami klimaks, si Jaket Hitam berhenti. Si penjual gadis itu memang ahli; dia tahu bagaimana cara menyiksa perempuan dengan merangsang sampai nyaris orgasme tapi tidak membiarkan mereka mencapai kenikmatan puncak. Sudah beberapa menit dia memain-mainkan Kiani dengan cara itu. Dia memandangi korbannya sambil senyum sadis. “Terus?”

“Jangannnn…” suara lirih Kiani menunjukkan dia masih sedikit sadar, dan berusaha menolak perlakuan si Jaket Hitam.

“Terusin aja, ya,” si Jaket Hitam melanjutkan godaannya terhadap tubuh Kiani. “Kok memek kamu ngejepit jariku ya. Kamu pengen terus kan? Mulut yang atas bilang jangan tapi yang bawah bilang pengen. Yang mana nih?”

“Ah… ahh… Nghaa!!” Kiani merajuk ketika si Jaket Hitam kembali mencabut jari-jarinya. Si Jaket Hitam mengusapkan jari-jarinya yang berlumuran cairan cinta itu ke rok merah Kiani.

“Bos, udah boleh belum?” si Codet bertanya, karena dari tadi belum sempat melakukan apa-apa.

“Sabar. Tunggu sampai dia minta sendiri,” kata si Jaket Hitam sambil nyengir. “Kelihatannya sih dia udah pengen, cuma dia gengsi aja gak mau bilang.”

“Ahh… ahh…” Kiani mendesah-desah seksi, badannya ingin mencapai klimaks lagi. Pikirannya syok. Dia tidak mengerti kenapa badannya berkhianat dan menanggapi jamahan penjahat-penjahat cabul itu. Dia juga tidak habis pikir kenapa badannya terasa meminta disetubuhi mereka. Lebih parah lagi, ketika dia menoleh dan melihat bayangan wajahnya sendiri di cermin yang menutup seluruh dinding ruangan, dia bisa melihat betapa mesum wajahnya ketika si Jaket Hitam sedang mencolok-colok alat kelaminnya. Rasa malu mulai melanda si polwan. Nafasnya mulai memburu, kedua buah dadanya yang besar dan indah itu naik turun.

“Ayo mulai lagi,” kata si Jaket Hitam sambil memasukkan jari-jarinya lagi ke alat kelamin Kiani. Dia menggerakkan jari-jarinya perlahan keluar-masuk. Senyumnya tambah lebar waktu merasakan dinding vagina Kiani mulai mencengkeram jari-jarinya.

‘Harus tahan. Harus melawan. Nggak boleh kalah dengan nafsu. Ini tidak benar,’ Pikiran Kiani berusaha melawan.

Kiani memalingkan muka, tidak mau memandang si Jaket Hitam. Tapi si pedagang manusia malah mendapat sasaran baru: dia meniup dan mengulum telinga Kiani sambil terus mengocok kemaluan Kiani. Otot-otot vagina Kiani mengetat di sekeliling jemari si Jaket Hitam. Ruangan itu kini penuh bunyi nafas dan desahan, ditingkahi bunyi becek dari kemaluan Kiani. Tapi si Jaket Hitam tidak mau membiarkan Kiani mencapai klimaks. Dia tiba-tiba menarik jarinya tepat ketika Kiani mulai terlihat keenakan.

“Jangaann!!” ratap Kiani. Tubuhnya terasa panas terbakar nafsu. Dia sudah tidak tahu apa yang mau dia bilang: jangan lakukan atau jangan hentikan?

“Jangan stop gitu maksudnya? Bilang aja kalau pengen, dasar lonte,” kata Jaket Hitam.

Kiani mulai tak mampu menahan pengaruh obat perangsang yang telah disuntikkan dan ulah si Jaket Hitam yang berkali-kali membawanya nyaris ke puncak kenikmatan namun selalu berhenti. Polwan cantik itu frustrasi, jantungnya berdebar-debar dan tubuhnya gemetar selagi dia dibuat menggeliat-geliat akibat terlanda birahi. Tinggal sedikit lagi, pertahanannya akan bobol. Jaket Hitam menyelipkan lagi dua jarinya ke belahan kewanitaan Kiani. Kali ini nanggung, seolah tidak berniat memasukkannya. Dan Kiani tak tahan lagi. Tangan Kiani menahan tangan si Jaket Hitam agar tidak pergi.

Si Jaket Hitam tertawa. “Eits, mau apa nih?” tanyanya dengan nada mengejek. “Kok dipegangin?”

Kiani menggigit bibir, matanya berkaca-kaca. Dia tahu dia tidak kuat lagi menahan nafsu. Dia ingin jari-jari si Jaket Hitam, dan bukan hanya itu, memasuki vaginanya, menerobos kewanitaannya, membawanya ke puncak gairah…

“Kamu pengen?” bisik si Jaket Hitam ke telinga Kiani, disusul jilatan sepanjang cuping telinga Kiani dari bawah ke atas.

“IYA!!” jeritan Kiani pecah, tidak lagi peduli apa akibatnya. “Tolong… gituin lagi… jangan godain… augh… ahh…”

Serta-merta si Jaket Hitam menarik jarinya dan menyerahkan Kiani ke tangan belasan anak buahnya yang sudah merubung. Segera saja satu orang duduk di lantai, menarik Kiani ke atas pangkuannya, lalu menyetubuhi Kiani dengan posisi woman on top. Orang kedua memposisikan diri di belakang Kiani lalu menggagahi pantat Kiani. Kiani menjerit kesakitan karena orang tadi memaksa memasukkan penisnya dengan kasar. Orang ketiga melihat mulut Kiani terbuka lebar, lalu menggenggam wajah Kiani dan memerkosa mulut Kiani. Orang keempat dan kelima menggenggam tangan kiri dan kanan Kiani dan memaksa Kiani mengocok kemaluan mereka. Yang lainnya menunggu giliran dengan tak sabar selagi si polwan menjerit-jerit ketika dipaksa melayani begitu banyak laki-laki…

*****

5 jam kemudian

“Minggir!” seorang petugas polisi berusaha menghalau para juru foto dan wartawan yang entah bagaimana caranya sudah merubung TKP. “Bubar semua!” Beberapa petugas lain sampai terpaksa menendang dan merampas kamera para nyamuk pers itu karena mereka tidak juga mau pergi.

“Waduh,” gumam seorang perwira polisi bertubuh gemuk yang bertahi lalat di pipinya ketika dia mendekati pusat perhatian para wartawan tadi.

Polisi gemuk itu, Kapolsek AKP Mauli, geleng-geleng kepala. Anak buahnya sudah berhasil mengusir semua orang selain polisi yang merubung TKP. Tapi yang jelas semua wartawan tadi sudah mendapatkan foto pemandangan yang baru bisa dilihat AKP Mauli. Rombongan AKP Mauli dan anak buahnya datang ke kompleks bangunan yang tadi digerebek Aiptu Kiani Irawati dan beberapa anggota lain. Tim penggerebek ternyata disergap ketika berada di dalam gudang dan beberapa orang terluka kena tembak. Jumlah mereka kalah banyak dan mereka terpaksa mundur, namun ketika mundur mereka kehilangan Aiptu Kiani yang tertangkap oleh para penjahat. Mereka meminta bantuan, namun oleh AKP Mauli mereka disuruh mundur dulu ke Polsek, sambil membawa anggota yang terluka. Lima jam kemudian AKP Mauli baru mengerahkan tim penyelamat yang dipimpinnya sendiri ke tempat kejadian. Orang-orang sindikat perdagangan manusia telah lari entah ke mana, tapi para wartawan foto justru lebih dulu datang ke sana. Ketika menggeledah semua bangunan di kompleks, ditemukanlah satu ruangan dengan dinding-dinding cermin. Di situlah AKP Mauli dan anak buahnya, serta para wartawan sebelum mereka, menemukan Aiptu Kiani Irawati. Kiani Irawati tergeletak tak sadarkan diri di lantai, dengan tubuh nyaris telanjang. Di dekatnya terlihat kemben dan rok mini merah, keduanya bekas disobek paksa. Kedua kaki Kiani masih mengenakan stoking jala dan sepatu hak tinggi; di wajahnya terlihat bekas-bekas make-up tebal yang sudah berantakan. Di seluruh tubuhnya terlihat bekas-bekas cipratan mani; cairan putih benih lelaki juga terlihat berleleran dari mulutnya dan vaginanya yang tak tertutup apapun. Sementara, yang lebih mengenaskan, di lubang duburnya menancap pentungan karet polisi. Pentungan itu masuk cukup dalam. Tanpa banyak bicara, AKP Mauli menyuruh anak buahnya mengevakuasi Kiani dan menyegel TKP. Tapi sebelumnya dia tak lupa menyuruh TKP dipotret untuk dokumentasi. Lengkap seperti ketika ditemukan.

*****

Beberapa hari kemudian

Insiden penggerebekan yang gagal itu langsung diberitakan di koran. Pers tidak menyia-nyiakan berita kriminal yang berpotensi meledak dan berbumbu seks. Sementara koran-koran serius hanya menyelipkan artikel kecil di halaman kriminal, koran-koran kelas rendah dan sensasional mengeksploitasi habis-habisan kisah Kiani, polwan cantik yang bernasib naas dan dinodai komplotan penjual perempuan. Foto-foto Kiani dalam keadaan ketika ditemukan oleh para wartawan, setelah disensor, melengkapi berita-berita itu, berikut foto wajah Kiani dalam keadaan normal yang entah mereka dapat dari mana. Satu koran malah sampai membuat laporan berbentuk narasi fiksi yang seolah menceritakan peristiwa yang dialami Kiani, dengan ditambah-tambahi rincian yang bersumber dari imajinasi cabul penulisnya. Foto-foto Kiani, dalam versi tak tersensor dan menampilkan Kiani dalam keadaan telanjang dan ternoda, juga menyebar di internet dan segera jadi bahan pembicaraan di komunitas-komunitas penggemar konten dewasa di Internet. Lalu, pda suatu hari, di internet muncul video amatir yang menampilkan Kiani ketika di-gangbang oleh para anak buah si Jaket Hitam. Identitas Kiani dalam video itu langsung dikenali karena ada beberapa kali sorotan cukup jelas ke wajahnya, ditambah lagi para pemburu bokep di Internet sudah hafal dengan wajah Kiani dari foto-foto sebelumnya. Beberapa foto Kiani dalam keadaan normal dan berseragam juga muncul dari sumber yang tak jelas, seolah mau menegaskan identitas Kiani sebagai seorang polwan. Kepolisian jelas kebakaran jenggot melihat publikasi tak terduga atas seorang anggotanya yang sebenarnya bernasib malang itu. Sempat dilayangkan surat peringatan kepada redaksi beberapa koran yang memberitakan pemerkosaan Kiani secara bombastis, tapi beritanya keburu beredar dan pernyataan maaf yang dimuat setelah diberi surat peringatan tidak dihiraukan orang.

Sementara itu, tidak ada yang bisa dilakukan terhadap bahan-bahan yang beredar di Internet. Jutaan orang bisa mengaksesnya dari ribuan sumber. Menteri yang mengurusi internet mencoba turun tangan dengan menyuruh blokir beberapa situs, tapi pemblokiran malah mengundang kecaman dari pengguna internet lain karena tidak tepat sasaran dan malah membuat berbagai situs biasa ikut terblokir. Seorang ahli telematika sempat berkomentar di media bahwa pemeriksaannya menunjukkan bahwa foto-foto dan video itu palsu, tapi kredibilitas orang yang mengaku ahli ini sangat diragukan dan masyarakat tak menggubrisnya. Yang paling dirugikan atas semua pemberitaan itu jelas Kiani. Dalam sekejap dia mendapat ketenaran yang tak diharapkan, dan dia menjadi objek fantasi seks banyak orang. Padahal dia baru saja mengalami sesuatu yang sangat mengerikan dan menggoncangkan. Apalagi kasusnya menjadi perhatian masyarakat, akibat pemberitaan yang begitu gencar. Ketika dirawat sementara di rumah sakit untuk pemulihan trauma pun wartawan mendatanginya untuk mewawancara maupun memotret. Ketika kepolisian melarang wartawan mendekati Kiani, mereka mengalihkan perhatian dengan mencoba mewawancara orangtua Kiani yang tinggal di kota lain. Yang terjadi malah berdampak buruk: orangtua Kiani malah stres karena dicecar wartawan dengan pertanyaan-pertanyaan yang kadang tak etis dan tak berperasaan. Sampai-sampai akhirnya mereka berdua jadi sakit karena terganggu. Setelah kesehatannya pulih pun Kiani mengalami depresi cukup berat. Dia tak lagi mampu kembali bertugas sebagai polisi seperti normal, dan harus menjalani rehabilitasi. Tiga bulan kemudian, Kiani meminta dibebastugaskan. Enam bulan sesudah penggerebekan yang berujung pemerkosaan terhadap dirinya, Kiani Irawati menghilang dari peredaran. Tak seorang pun tahu ke mana perginya mantan polwan cantik yang bernasib naas itu. Sementara itu, foto-foto dan video Kiani terus beredar di internet. Memang begitulah adanya. Sekali sesuatu terpasang di internet, hampir mustahil melenyapkannya.

*****

Setahun kemudian

Laki-laki gendut dengan tahi lalat di pipinya itu dipersilakan duduk di meja terbaik, tepat di depan panggung di tengah klub malam yang temaram namun hingar-bingar dengan musik. Lima orang sexy dancer baru saja menyelesaikan tarian erotis yang menggoda para pengunjung klub, yang berkerumun di sekeliling panggung dengan tampang mupeng sambil bersuit-suit dan berusaha menjamah mereka. Seorang pembawa acara yang kebanci-bancian mengumumkan pertunjukan berikutnya.

“Yang berikutnya… pendatang baru di sini… Miss KIANI!!!”

Semua lampu mendadak dimatikan dan musik berhenti, lalu berganti irama hip-hop dengan lirik menjurus cabul. Seberkas sinar terang menerangi panggung, menunjukkan sesosok tubuh perempuan di tengah-tengahnya. Perempuan itu duduk di satu bangku dan menunduk, sehingga wajahnya tak jelas terlihat. Pakaiannya adalah kostum mirip seragam polisi wanita, tapi jelas-jelas bukan seragam polwan betulan karena mustahil ada polwan yang berani bertugas dengan pakaian seseksi itu. Dia mengenakan blus ketat berwarna biru berlengan pendek yang tidak sampai menutup perut, tapi lengkap dengan lencana dan tanda pangkat bohongan. Dia juga mengenakan rok lipit supermini hitam yang cuma menutup sampai bagian atas paha, dengan ikat pinggang lebar dan borgol yang menggantung di sana, juga sepasang sepatu but hitam ber-hak tinggi yang jelas-jelas bukan yang biasa dipakai polwan betulan. Di kepalanya dia juga mengenakan topi polisi. Lampu sorot segera memudar, digantikan lampu warna-warni yang menerangi panggung. Penonton bersorak menyambut dia, ‘Miss Kiani’, bintang baru di klub malam itu. Miss Kiani tidak lain adalah Kiani Irawati, dahulu seorang polwan, yang lantas berhenti dari pekerjaannya semula setelah dia diperkosa dan sesudahnya dipermalukan oleh pemberitaan. Setelah dia menghilang, entah apa yang terjadi kepadanya sampai dia akhirnya tampil di panggung itu.

Kiani mulai bergoyang; di tangannya dia memegang pentungan polisi, mirip dengan yang dulu dipakai si Jaket Hitam untuk memerawaninya. Dia mulai melangkah anggun berkeliling panggung. Ketika kembali ke tengah panggung, dia memutar-mutar pentungan di tangannya. Dia mengibaskan rambutnya yang kini panjang dan indah, tak lagi pendek seperti ketika menjadi polisi betulan. Kiani membalik badan dan memain-mainkan pentungannya di belakang pantatnya. Lalu dia pelan-pelan menungging sambil menggesek-gesekkan pentungan itu sepanjang garis selangkangannya. Kemudian dia berdiri tegak lagi, berbalik menghadap penonton, dan menjilat-jilat ujung pentungan. Dia lalu menaruh pentungan itu di panggung dan melepas topinya. Ketika dia melempar topinya ke penonton, terlihatlah wajahnya yang bermake-up tebal, dengan eyeshadow biru dan lipstik merah menyala. Kiani tersenyum ke penonton, lalu menjilat bibirnya yang sensual. Dia terus menari erotis sambil bergerak ke dekat bangku. Kemudian sambil membelakangi penonton, dia menumpukan kedua tangan ke bangku dan membungkuk ke depan sampai pantatnya menonjol menantang penonton. Setiap mata di depan panggung memandangi ketika bokong Kiani bergoyang dari kanan ke kiri.

“Buka! Buka! Buka!” Penonton berseru-seru.

Kiani tersenyum polos dan menunjukkan wajah pura-pura kaget dengan membelalak sambil menutup mulut dengan tangan. Lalu satu tangannya berkacak pinggang sementara tangan satunya memberi isyarat, mengacungkan telunjuk lalu menggoyang-goyangkannya. Lalu dia pelan-pelan membuka satu demi satu kancing blusnya dengan hati-hati sekali, sehingga blus pendek itu tidak langsung tersingkap. Akhirnya, setelah semua kancing terbuka, dia tiba-tiba membuka blusnya dengan sentakan dan langsung melempar blus itu ke penonton.

Blus itu mendarat begitu saja tanpa ada yang menyambut karena penonton melihat apa yang Kiani kenakan di bawahnya: serangkaian sabuk kulit mirip tali-tali bra—hanya saja tidak ada bagian cup yang menutup payudara 36C-nya. Kedua bulatan mempesona itu menonjol dikelilingi bebatan sabuk kulit hitam, putingnya ditutup dua penutup yang ujungnya digantungi rumbai-rumbai yang ikut bergoyang seiring goyangan dada Kiani. Kiani terus menari di tengah siulan dan teriakan nakal penonton. Kiani terus menggoda penonton dengan mencengkeram dan memain-mainkan kedua buah dadanya. Lalu dia menundukkan kepala dan menaikkan salah satu buah dadanya, kemudian menjilatinya. Penonton menyaksikan sambil menganga, air liur mereka sampai menetes. Kemudian, entah siapa yang mulai, terdengar lagi seruan “Buka! Buka! Buka!” Penonton ingin lebih. Dengan senang hati Kiani menuruti permintaan itu, dia melepas payudaranya dan membuka ikat pinggangnya, lalu membuka roknya. Rok itu jatuh memperlihatkan celana dalam g-string yang hanya menutupi kemaluannya. Ketika dia berbalik badan, tampaklah bahwa di bagian belakang hanya sebaris tipis kain yang menyelip di antara kedua belahan pantatnya yang montok. Penonton bertepuk tangan dan bersuit-suit kegirangan. Melihat reaksi penonton, Kiani kembali ke bangku dan memungut pentungan polisi yang tadi ditaruhnya. Kembali dia gunakan pentungan itu untuk mengelus-elus kemaluannya, sambil wajahnya menunjukkan ekspresi dilanda birahi. Di depan penonton Kiani seolah-olah bermasturbasi menggunakan pentungan itu, dan musik sengaja dikecilkan volumenya agar terdengar suara-suara penuh nafsu dari bibir si mantan polwan. Tepuk tangan dan riuh suara penonton mencapai puncak ketika Kiani berpura-pura mengalami orgasme di panggung, kedua tangannya menggenggam pentungan yang sudah mendesak ke celana dalamnya, wajahnya terkulai ke belakang, matanya terpejam, mulutnya terbuka lebar dan melolong penuh nafsu. Pertunjukan Kiani pun usai dengan matinya lampu dan kata-kata pembawa acara, “Sekali lagi tepuk tangan untuk bintang baru kita, MISS KIANI!!!”

Laki-laki gendut bertahi lalat di pipi itu menyaksikan seluruh pertunjukan dengan antusias, sampai-sampai dia tak memperhatikan bahwa seorang laki-laki lain yang berkacamata hitam, bertato, dan berjaket hitam duduk di kursi di sebelahnya. Si Jaket Hitam mencolek bahu laki-laki gendut itu dan mengajaknya bersalaman.

“Selamat ya Bung, debut anak buah Anda sukses,” kata si Jaket Hitam.

“Hehehe, dia kan jadi anak buah kamu sekarang,” balas si gendut.

“Sesuai perjanjian, Anda boleh gratis pakai dia kapan saja,” kata si Jaket Hitam lagi.

“Habis ini, ya? Tolong siapin tempatnya. Aku udah pengen nyoba dia dari dulu.”

“Sip Bos. Silakan tunggu di kamar belakang ya. Nanti dia kusuruh datang ke sana.”

Sayang sekali, Kiani Irawati tidak menyadari bahwa dia telah dijerumuskan oleh atasannya sendiri. Ajun Komisaris Mauli selama ini menjadi beking si Jaket Hitam, pemimpin sindikat penjual manusia yang hendak ditangkap Kiani. Ketika Kiani meminta izin menggerebek sindikat si Jaket Hitam, Mauli sengaja mengulur waktu agar bisa memberitahu teman-temannya, dan menyiapkan jebakan untuk Kiani. Tertangkap dan diperkosanya Kiani adalah akibat rencana Mauli dan si Jaket Hitam. Tidak hanya itu; datangnya para wartawan ke TKP sebelum polisi, dan ramainya pemberitaan sesudahnya, juga digerakkan pasangan polisi korup dan penjahat itu. Mauli terus memantau Kiani setelah Kiani mengundurkan diri, dan menawarkan Kiani ikut suatu program rehabilitasi. Namun sebetulnya program itu adalah jebakan terakhir, dan Kiani kembali jatuh ke tangan si Jaket Hitam. Selanjutnya sang polwan cantik itu digojlok dan dihancurkan semangatnya sedemikian rupa dengan pemerkosaan dan penyiksaan hingga akhirnya Kiani berhasil ‘dijinakkan’ untuk menjadi seorang perempuan pemuas nafsu yang biasa diperdagangkan si Jaket Hitam. Malam itu adalah malam pertama Kiani memulai kehidupan barunya.

Kiani sudah berganti pakaian dan dan menunggu orang pertama yang akan dilayaninya di dalam suatu kamar di belakang klub. Kini dia mengenakan set lingerie putih berenda yang seksi. Dia duduk di atas tempat tidur sambil tangannya meraba-raba daerah intimnya sendiri. Rambut hitamnya yang panjang menjuntai menutupi sebagian wajahnya yang bermake-up tebal. Pintu kamar terbuka dan tertutup kembali selagi si beking, Mauli, memasuki ruangan dan berjalan mendekati Kiani. Kiani memandangi wajah mantan atasannya itu penuh harap sambil dia berdiri untuk menyambutnya.

“Kita ketemu lagi, Kiani,” kata Mauli sambil tersenyum sinis.

Perwira bertubuh gemuk itu tidak banyak bicara, dia langsung membalikkan tubuh Kiani dan mendorong si mantan polwan sampai terbungkuk di atas tempat tidur, lalu langsung memelorotkan celana dalam Kiani. Kiani menoleh dan melihat Mauli membuka celana. Tangan-tangan Mauli mencengkeram pantat bulat Kiani; terlihatlah tato hati yang dibuat si Jaket Hitam di atas pantat kiri Kiani. Beberapa detik kemudian, Mauli langsung menyerudukkan penisnya yang sudah tegang ke lubang vagina Kiani yang sudah diimpi-impikannya sejak pertama kali Kiani masuk menjadi anak buahnya. Kiani menanggapi dengan mengangkat kaki kirinya dan melibatkannya ke belakang, memeluk tubuh gendut Mauli. Kemaluannya sudah basah, dan menjepit senjata Mauli seolah-olah ingin segera mengeluarkan apa yang dikandungnya. Erangan dan desahan keluar dari mulut Kiani.

“Enak kan, Kiani? Ayo bilang,” perintah Mauli.

“Enak…” kata Kiani di tengah rintihan. “Ngentot itu enak…”

“Hahaha!” Mauli tertawa. “Memang kamu cocoknya buat dientot, Kiani! Badan bohai, tampang cakep, ngapain kamu jadi polisi? Mendingan kamu jadi lonte! Gimana, Kiani? Suka sama pekerjaan kamu sekarang?”

“Suka!” Omongan Kiani sudah tersesuaikan dengan kehancuran mental yang telah dialaminya.

Dia tak lagi seorang polwan dengan semangat berapi-api untuk memberantas kejahatan, kini dia telah menjadi seonggok daging untuk memuaskan nafsu lelaki, tanpa keinginan selain menuruti birahi. Kakinya menarik tubuh Mauli lebih dekat, pantatnya bergerak-gerak membalas gerakan Mauli. Pinggul Mauli terus menghantamnya berulangkali, sementara tangan si perwira polisi mencengkeram buah dada besar Kiani. Persetubuhan terus berlanjut, seiring terjerumusnya Kiani Irawati ke dunia hitam…

TAMAT
 
Cerita Cerita Sex 17 tahun www.kisahseru.net ◄Design by Pocket, BlogBulk Blogger Templates